1 Maret, dari Romantisme Layar Tancap ke Pembelokan Sejarah

Presiden RI ke-2, Soeharto.
Sumber :
  • www.nrc.nl
VIVA.co.id
Pendongeng Indonesia Deklarasikan Hari Dongeng Nasional
- Rekam jejak sejarah Indonesia telah melalui perjalanan panjang dan keras. Mungkin sudah ribuan catatan yang merekam begitu banyaknya peristiwa heroik perlawanan rakyat menentang penjajahan.

Legenda Angling Dharma Dikutuk Jadi Burung Belibis

Beberapa yang fenomenal bahkan sengaja didokumentasikan dalam bentuk film. Sehingga memori tentang semangat dan betapa kerasnya perjuangan kemerdekaan Indonesia tetap tertanam di sanubari setiap rakyat.

Sebab itu, rasanya tidak ada yang lupa ketika di era 90-an, beberapa diantara kita sempat mencicipi hiburan murah nan romantis, dari layar putih besar yang menyajikan film-film atau yang populer disebut layar tancap.

Kendati dengan alas duduk seadanya dan sedikit berdesak-desakan, ditingkahi polah anak-anak kecil yang berlarian di bawah payung langit, menjadi memori tersendiri bagi yang mencicipinya.

Salah satu film favorit yang selalu diputar berulang-ulang, tentu semua ingat. Kalau tidak "Janur Kuning", "Enam Djam di Djogdja", "Serangan Fajar", ya.. film kolosal "Tutur Tinular". Tak bosan-bosannya, tayangan ini disajikan.

Salah satu yang kontroversial, adalah tentang film yang mengisahkan episode penting dalam sejarah revolusi Indonesia, yakni serangan umum 1 Maret 1949. Kisah yang menjadi bukti kepada dunia internasional bahwa Indonesia masih ada kala itu, menjadi cerita film paling heroik untuk rakyat Indonesia.

Bahkan mantan Presiden Soeharto, sempat mewajibkan film yang mengisahkan tentang 1 Maret dan Gerakan 30 September PKI, menjadi tontonan wajib bagi seluruh anak sekolah.

Belakangan, setelah Soeharto lengser. Ternyata terungkap dugaan pembelokan sejarah dari film-film itu. Publik dibius bahwa sosok Soeharto telah menjadi pahlawan paling berjasa dalam kisah perjuangan rakyat Indonesia tersebut.

Soeharto pun dikultuskan sebagai figur hero dan ditanam berulang-ulang dalam bentuk film yang dikonsumsi jutaan rakyat Indonesia.

Baru-baru ini, seorang sutradara film, Trianto Habsoro bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Daerah istimewa Yogyakarta, kembali membuat film serupa tentang kisah perjuangan 1 Maret 1949.

Film yang berjudul "Sebelum Serangan Fadjar" diklaim akan menyajikan perspektif berbeda tentang kisah 1 Maret 1949. Film ini dikabarkan disajikan dari hasil riset studi pustaka dan kumpulan fakta dari berbagai narasumber.

Dalam film itu juga, nantinya akan diceritakan secara detil siapa sesungguhnya yang menjadi penggagas serangan umum 1 Maret 1949. Dengan begitu, publik dapat mengetahui sesungguhnya sejarah dibalik kejadian itu.

Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Yerry Wirawan, mengatakan publik memang layak tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada kejadian serangan umum 1 Maret 1949.

Pembelokan sejarah yang telah terjadi bertahun-tahun, membuat publik mengabaikan skenario sesungguhnya dari kisah 1 Maret. "Interpretasi sejarah harus disajikan dalam bentuk murni dan harus berdasar riset mendalam. Dengan ini, kita faham sejarah sesungguhnya," ujarnya di Yogyakarta.

Baca juga:




Ini Bukti Indonesia Dulu Pernah Jadi Macan Dunia

Kelenteng Boen Bio

Kelenteng Ini Jadi Simbol Perlawanan Tionghoa Surabaya

Ini merupakan salah satu kelenteng tertua di Surabaya.

img_title
VIVA.co.id
2 Februari 2016