Budi Waseso: Saya Tak Pernah Ingin Kriminalisasi KPK

Komjen Budi Waseso Saat Upacara Kenaikan Pangkat
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Markas Besar Kepolisian, Irjen Polisi Budi Waseso menegaskan bahwa ia tak pernah sekali pun ingin mengkriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

"Bahwa saya tidak pernah berfikir bahwa mau kriminalisasi KPK. Saya justru sebagai kabareskrim ingin melayani masyarakat dengan adanya laporan," kata Budi Waseso di hadapan para pendukung KPK di ruang rapat utama Mabes Polri, Minggu 22 Februari 2015.

Menurut dia, dengan memberikan status tersangka kepada pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, itu dilakukan hanya karena dia ingin menindak lanjuti laporan dari masyarakat.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

"Sebenarnya BW dan AS adalah sebagian kecil yang saya tangani, tetapi itu jadi sorotan. Dan, sebenarnya saya masih komunikasi dengan KPK," kata dia.

Menurut Budi, ketika memberikan status tersangka kepada seseorang, dia sudah meminta pengawasan secara internal melalui Irwasum, Propam, dan Wasidik.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

"Setiap kasus diawasi oleh Wasidik sampai selesai dan kami melibatkan pakar, sehingga jangan sampai kami kriminalisasi. Di benak saya, juga tidak ada seperti itu (kriminalisasi KPK)," lanjutnya.

Pernyataan Budi Waseso ini, untuk menanggapi pernyataan Pengamat Hukum Tata Negara dan Politik Indonesia, Refly Harun, yang terus menyudutkan Budi Waseso karena menetapkan tersangka pada AS dan BW.

"Kalau ketika BW jadi tersangka, karena melakukan briefing (pengarahan) terhadap saksi, itu tidak masuk akal. Karena, semua pengacara pasti akan memberikan briefing kepada saksi sebelum di pengadilan. Karena di MK (Mahkamah Konstitusi), saksi-saksi diberi waktu kurang dari lima menit. Apa yang dilakukan BW adalah sangat biasa," kata Refly.

Sementara itu, untuk tuduhan pemalsuan surat yang dilakukan oleh Abraham Samad, kata Refly, juga hal yang biasa.

"Saya kira, banyak sekali manusia di republik ini melakukan hal yang sama. Karena administrasi kita buruk," lanjutnya.

Kemudian, Refly mencontohkan bahwa hampir dipasikan semua anggota DPD pasti memiliki KTP ganda. Sebab, ketika mencalonkan diri jadi anggota DPD mereka harus memiliki KTP, setempat padahal dia tinggal di jakarta.

"Bayangkan, kalau tidak punya KTP Jakarta, mau ngapa-ngapain susah," lanjutnya. (asp)


Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya