26 Tahun Divonis Gila, Rodrigo Kini Menunggu Ajal

Ilustrasi penjara.
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - Pemerintah Indonesia telah memastikan akan melanjutkan proses eksekusi mati gelombang dua terhadap pelaku kejahatan Narkotika dan obat-obatan. Terdapat enam nama yang disebut akan menjalani eksekusi ini.

Dua nama diantaranya populer dengan sebutan, sindikat Bali Nine, yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, kemudian Sylvester Obiekwe asal Nigeria, Serge Areski Atlaoui asal Perancis, Zainal Abidin asal Indonesia dan terakhir Rodrigo Gularte asal Brasil.

Dari keenam nama itu, selain duo Bali Nine yang sudah lama populer di publik, belakangan muncul nama Rodrigo Gularte. Terpidana mati asal Brasil ini cukup kontroversial, sebab sebelum dieksekusi ia dilaporkan mengidap gangguan jiwa alias gila.

Yang lebih mengejutkan lagi, berdasarkan laporan dari pihak keluarga, ternyata Rodrigo yang kini sudah berusia 42 tahun,  sudah mengalami gangguan psikis berat sejak masih remaja yakni di usia 16 tahun.

"Dokter yang mengobservasi sudah bilang Rodrigo dirawat. Dia mempunyai keterbelakangan mental. Orang kelainan mental harusnya tak bisa dihukum," kata Sepupu Rodrigo, Anggelica Muxfeldt, saat mendatangi Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) di Jakarta, Rabu 18 Februari 2015.

Menurut keluarga, keputusan vonis mati atas Rodrigo mencederai keadilan. Sebab, ia sudah dinyatakan gila jauh sebelum kasus yang membelitnya di Indonesia.

Rodrigo bahkan berdasarkan pengakuan keluarga, terbukti kerap menunjukkan perilaku aneh. Ia beberapa kali mencoba bunuh diri akibat penyakit yang diidapnya. Termasuk belum lama ini ia mengaku telah melihat UFO di Nusakambangan.

"Keluarga takut dia bunuh diri karena tidak minum obat secara teratur. Dia pernah mencoba bunuh diri sebelumnya.  Saya minta maaf kepada Presiden, Jokowi. Saya harap dia bisa dirawat. Rodrigo tidak tahu ia akan dieksekusi mati," kata Anggelica.

Indonesia Jamin Tak Ada Hukuman Mati untuk Jessica

Ada Kejanggalan

KontraS mencium ada kejanggalan di balik perkara yang membelit Rodrigo. Apalagi berdasarkan keterangan keluarga, ia sudah dinyatakan gila jauh sebelum ia divonis sebagai terpidana oleh pemerintah Indonesia.

Hasil pemeriksaan di RSUD Cilacap pun juga telah menguatkannya. Rodrigo disebut harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit jiwa. Ia terbukti mengidap gangguan mental kronis dengan diagnosa Skizofrenia paranoid dan gangguan bipolar psikis.

"Orang yang mengalami gangguan jiwa tidak bisa diproses secara hukum. Apalagi Rodrigo sudah dinyatakan gangguan jiwa sejak usia 16 tahun. Artinya jauh sebelum ia ditangkap," ujar Kepala Biro Riset Kontras, Purikencana Putri.

Kejanggalan lainnya, kata Putri, ditilik saat proses sidang penetapan vonis terhadap Rodrigo. Dalam sidang, Rodrigo tak pernah sekalipun didampingi pengacara ataupun perwakilan keluarga dan Kedutaan Brasil. "Pihak keluarga dan kedutaan baru dikasih tahu setelah adanya vonis," kata Putri.

Sebab itu, KontraS berjanji akan melakukan upaya pendampingan terhadap Rodrigo dan enam terpidan mati lainnya. KontraS tetap berpandangan bahwa eksekusi mati, bukanlah solusi efektif untuk memberangus narkoba di Indonesia.

Datang ke San Fransisco, Jokowi Disambut Unjuk Rasa

Tak Ada larangan

Sementara itu, Kejaksaan Agung Indonesia tetap meyakini bahwa proses eksekusi mati terhadap Rodrigo tidak melanggar apapun.

Ketentuan hukum Indonesia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya dalam Pasal 10 tegas menyatakan bahwa hukuman mati merupakan salah satu dari hukuman pokok.

Begitupun perihal pelaksanaan eksekusi hukuman mati yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer dan tata pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Kapolri No.12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.

Tidak ada yang mencantumkan larangan untuk mengeksekusi orang yang mengalami gangguan jiwa. "Ketentuan hanya melarang mengeksekusi terpidana dalam kondisi hamil, jadi tidak ada larangan untuk yang mengalami gangguan jiwa. Namun sementara ini, Jaksa Agung masih sedang mempertimbangkan second opinionnya soal Rodrigo," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Spontana.

Ketentuan pelaksanaan hukuman mati sesuai perundangan Indonesia, memang tidak menyebut perihal terpidana gangguan jiwa. Dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, hanya menyatakan soal terpidana hamil.

“Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati baru dapat dilaksanakan empat puluh hari setelah anaknya dilahirkan.” tulis pasal tersebut.

Hingga kini, nasib Rodrigo masih terus diperjuangkan baik itu melalui KontraS, Komnas HAM dan pihak keluarga korban. Kepastian nasibnya pun sangat bergantung dengan kebijakan dari Presiden Joko Widodo memandang masalah ini.

Napi Narkoba Bali Nine Dapat Remisi Natal

Untuk diketahui, Rodrigo Gularte, divonis bersalah atas penyelundupan 19 kilogram kokain pada 31 Juli 2004. Hukuman mati dijatuhkan padanya pada 10 Mei 2005.

Warga Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran saat masih berada di Bali.

Ibu Mendiang Bali Nine: Pak Jokowi, Anda Begitu Kejam

Menurutnya, nyawa Myuran Sukumaran diambil secara brutal April 2015.

img_title
VIVA.co.id
27 Juli 2016