Komnas HAM: Ada yang Tutupi Kasus Pembantaian Dukun Santet

Beberapa Kriteria Calon Menteri untuk Jokowi-JK Versi Komnas HAM
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai ada upaya sejumlah pihak menutupi kasus pembantaian berkedok dukun santet yang terjadi di Banyuwangi dan sekitarnya pada 1998-1999.

Menurut Ketua Tim Kajian Kasus Dukun Santet 1998-1999, Muhammad Nurkhoiron, indikasi itu tampak ketika tim mendatangi Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Komando Daerah Militer (Kodam) V/Brawijaya.

"Polda Jawa Timur mengaku tidak bisa memberikan informasi apa pun terkait kasus tersebut, alasannya peristiwa lama. Kalau diungkap kembali malah akan mengungkit masa lalu," kata Nurkhoiron di Surabaya, kemarin.

Sikap yang sama juga ditunjukkan pihak Kodam V/Brawijaya. Kodam beralasan data lama seperti kasus pembantaian dukun santet pada 1998-1999 sudah banyak yang hilang. "Kata Kodam, peristiwa itu terjadi saat masih ada penyatuan antara Polisi dan TNI dalam ABRI dulu. Berkas-berkaas sudah hilang,” ujarnya.

Nurkhoiron menyayangkan jawaban dua institusi itu. Menurut dia, seharusnya lembaga negara memiliki arsip meski menyangkut data-data lama. Komnas HAM, yang juga lembaga negara, seharusnya bisa mengakses data itu.

Upaya penanganan kasus pembantaian dukun santet yang dilakukan negara, melalui Kepolisian saat itu, juga belum memuaskan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan, para pelaku hanya dituduh melakukan tindak pidana biasa.

"Padahal peristiwa pembantaian dukun santet itu merupakan kejahatan luar biasa. Karena itu, Tim Kajian Komnas HAM akan menelusuri keberadaan keluarga, korban dan mereka yang dijadikan pelaku dalam aksi pembantaian itu," katanya.

Nurkhoiron berharap masyarakat Jawa Timur bisa saling mengawasi dan memantau agar hasil kajian sesuai harapan publik. Ia juga berharap perhatian pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Aparat TNI dan Polri harus bisa mengungkap dalang di balik kasus itu.

Komnas HAM tetap berkomitmen menyelidiki kasus itu lebih mendalam. Itu merupakan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kasus itu akan terungkap sebagai pelanggaran HAM berat dan diadili di Pengadilan HAM.

Ungkap Kejanggalan, Makam Siyono Akan Dibongkar



Memenuhi unsur pelanggaran

Menurut Nurkhoiron, berdasarkan investigasi sementara, peristiwa pembantaian dukun santet yang bermula dari Banyuwangi ada indikasi mencukupi unsur pelanggaran HAM berat, sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.

Informasi yang diterima Komnas HAM menunjukkan ada unsur sistematis dan meluas atas pembantaian terhadap orang yang diduga dukun santet itu. Hal itu ditengarai dari munculnya radiogram dari Bupati Banyuwangi, Kolonel Polisi (purn) HT. Purnomo Sidik, pada 6 Februari 1998, yang ditujukan ke seluruh jajaran aparat pemerintah mulai camat hingga kepala desa.

“Isi radiogram adalah instruksi untuk mendata orang-orang yang ditengarai memiliki ilmu supranatural untuk dilindungi. Namun setelah radiogram tersebut malah terjadi pembantaian besar-besaran dan kian meluas, dalam sehari dua sampai sembilan orang terbunuh,” katanya.

Pembantaian yang awalnya hanya di Banyuwangi meluas ke Jember, Situbondo, Bondowoso, Pasuruan, Pamekasan dan Sampang. Tim komnas HAM sejak bulan Oktober 2014 bekerja mengumpulkan jumlah data korban.

Simpang siur

Komnas HAM menemukan jumlah korban yang masih simpang siur. Menurut catatan Tim Pencari Fakta Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur telah terkumpul 147 korban, dan versi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi 115 korban.

“Yang sudah jelas alamatnya 119 korban. Kami sudah menemui sebagian keluarga korban untuk memastikan kejadian itu,” katanya.

Komnas HAM menargetkan investigasi itu selesai pada Mei 2015. Setelah selesai, berkas hasil investigasi akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung, DPR, dan Presiden untuk digelar pengadilan HAM.

“Karena peristiwa ini terjadi sebelum tahun 2000, dimensi politiknya lebih kuat. Dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 berkas investigasi bisa dikawal oleh DPR. Ini bisa seperti penghilangan 13 aktivis 1998 yang pernah masuk dalam pengadilan HAM,” katanya. (umi)


Baca berita lain:




Komnas HAM Desak Menpora Cabut Pembekuan PSSI
 Imdadun Rahmat

Kasus Tragedi 1965 Harus Diselesaikan

Ketua Komnas HAM bicara panjang lebar soal kontroversi Tragedi 1965.

img_title
VIVA.co.id
1 Agustus 2016