Chatting Mesra di Facebook, Wisni Hadapi Tuntutan

Ilustrasi Facebook.
Sumber :
  • REUTERS/Dado Ruvic
VIVA.co.id -
Pengacara: Tak Ada Niat Jahat dalam Tulisan Haris Azhar
Pengadilan Negeri Bandung akan kembali menggelar sidang kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan terdakwa Wisni Yetti (47 tahun), Kamis 12 Februari 2015.

Cerita Tragis Dokter Penghina Wali Kota Semarang

Wisni dipidanakan suaminya, Haska Etika. Peristiwa itu terjadi pada 2011 lalu. Saat itu, Wisni sedang menjalin komunikasi dengan Nugraha, melalui fasilitas chatting Facebook.

Komunikasi istrinya dengan seorang pria itu diketahui Haska. Diam-diam, Haska "membobol" Facebook sang istri pada Oktober 2011, lalu mem-print out dan menggandakan hasil chatting tersebut.

Pada 2013, Haska menggugat cerai sang istri. Saat proses perceraian, wanita kelahiran Padang itu melaporkan suaminya karena melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus dugaan KDRT itu hingga kini berhenti di tengah jalan.

Kemudian, pada 2014, Haska melaporkan isi chatting Wisni ke Polda Jawa Barat dengan tuduhan mendistribusikan dan mentransmisikan kalimat atau bahasa yang dinilai bersifat asusila.

Kepolisian langsung mengusut cepat laporan Haska. Kasus ini pun berlanjut hingga ke meja hijau. Meski sudah membantah chating-nya bermuatan pornografi seperti yang dituduhkan, namun Wisni tetap duduk di kursi pesakitan. Dia didakwa dengan pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1) UU ITE dengan ancaman hukuman sampai 6 tahun dan denda Rp1 miliar.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai ada tiga kejanggalan dalam kasus yang menjerat Wisni. Dalam keterangan pers yang diterima VIVA.co.id, Rabu 11 Februari 2015, Ketua Badan Pengurus/ Peneliti Senior ICJR, Anggara, menjelaskan ketiga alasan tersebut.

Pertama, percakapan yang dilakukan Wisni dan Nugraha tidak memenuhi unsur dengan "sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik". Alasannya, karena percakapan tersebut bersifat pribadi dan hanya diketahui oleh Wisni dan Nugraha.

"Konstruksi Pasal 27 ayat (1) UU ITE tidak dapat dipisahkan dengan delik kesusilaan dalam Pasal 281 dan 282 KUHP, artinya perbuatan tersebut baru dapat dipidana apabila dilakukan dengan sengaja dan terbuka di muka umum atau tersebar secara publik, hal mana perbuatan tersebut sama sekali tidak terpenuhi dalam kasus ini," ujar Anggara.

Kedua, cara yang dilakukan Haska Etika mengetahui isi chatting dari Wisni dan Nugraha. Berdasarkan Pasal 30 UU ITE, maka perbuatan Haska dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Sistem Elektronik milik Wisni tidak dapat dibenarkan.

Tindakan Haska dapat diancam pidana 6 sampai 8 tahun penjara, dan denda Rp600-Rp800 juta. "Mestinya Haska Etika yang diproses secara pidana karena dapat dianggap telah melanggar Pasal 30 UU ITE," kata Anggara.

Menurut Anggara, hubungan suami istri antara Wisni dan Haska bukan alasan bagi Haska bisa dengan sesuka hati mengakses sistem elektronik istrinya. Karena, perlindungan dari Pasal 30 UU ITE berlaku terhadap orang perorang tanpa memandang status perkawinan orang tersebut.

"Lalu apabila yang menjadi dasar "pembobolan" tersebut adalah untuk alasan penegakan hukum, seharusnya bukti yang dihadirkan di ruang sidang adalah hasil dari penyidikan Polisi, bukan perbuatan main hakim sendiri dari pelapor. Apalagi tidak ada unsur pidana dalam sistem elektronik milik Wisni, karena sekali lagi, percakapan dilakukan secara privat dan bukan di depan umum," tutur Anggara.

Ketiga, Pengadilan seharusnya tidak menerima bukti berupa "print out" hasil dari percakapan tersebut, karena print out tersebut bukanlah alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 KUHAP dan Pasal 5 UU ITE. Karena hasil print out bukanlah bukti yang dapat divalidasi kebenarannya berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku.

"ICJR memandang, mestinya sejak awal Pengadilan Negeri Bandung menolak dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum. Bukannya malah memaksa untuk terus memeriksa perkara yang tidak ada dasar hukumnya ini," Anggara menegaskan.

Baca juga:

Enam Simpatisan ISIS Dituntut 5-8 Tahun Penjara

Florence: Saya Cinta Yogyakarta

naskah revisi UU ITE hilang

Revisi UU ITE, Jangan Hanya Urus Pasal Karet Saja

Disarankan juga untuk bahas aturan pemblokiran.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016