- VIVA.co.id/Tudji Martudji
VIVA.co.id - Kasus penembakan yang dialami Mathur Husairi, Sekjen LSM Madura Corruption Watch (MCW) yang juga Direktur Crisis Islam of Democration (Cide), ternyata bukan aksi teror pertama yang menyasar para aktivis pro-demokrasi dan anti-korupsi di Madura.
Hampir semua aktivis, terutama di Bangkalan, pernah mengalami intimidasi dari tantangan duel sampai mati, hingga ancaman pembunuhan. Seorang aktivis asal Pulau Garam, Aliman, mengatakan menjadi aktivis di Madura berarti siap untuk mati.
Kultur memang masih membayangi penegakan hukum di Madura, yang terkenal dengan budaya carok. Meski demikian, intimidasi dan teror terhadap aktivis LSM terjadi antara 2008-2013.
Aliman yang menjadi anggota DPRD Bangkalan periode 2004-2009, mengatakan pernah ditantang carok.
"Mobil saya juga ditabrak orang tak dikenal," sebut Aliman, yang menduga pelakunya adalah orang bayaran. Aktivis lainnya, Fahri, dibacok orang tak dikenal pada 2010, lalu Mahmudi Ibnu Khotim dibacok pada 2013.
Sementara Mathur, ternyata juga pernah menjadi korban percobaan penembakan pada 2011. Sejumlah aktivis yang menjadi korban intimidasi, mengaku tidak dapat membuktikan adanya keterkaitan antara insiden dengan aktivitas kritis mereka.
"Kebanyakan aktivis yang mendapat intimidasi, menganggap itu sudah menjadi bagian dari risiko perjuangan," kata Alimin. Meski begitu, beberapa aktivis tidak hanya bersikap pasrah. Mereka pun berusaha mempersiapkan diri.
Bagaimana cara-cara mereka?
Bersambung...
Baca juga: