KontraS: Terapkan Hukuman Mati, Jokowi Dikecam Internasional

Koordinator Kontras, Haris Azhar.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id -
Johan Budi Harusnya Tanggapi Laporan Haris Azhar
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menolak eksekusi hukuman mati bagi enam terpidana kasus narkotika. Rencananya, eksekusi mati terhadap para terpidana itu akan dilaksanakan Minggu 18 Januari 2015.

Dua Tahun Haris Azhar Simpan Rahasia Freddy Budiman

Ketua Koordinator Kontras, Haris Azhar, menyatakan eksekusi mati bagi terpidana kasus narkotika telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Polri, TNI dan BNN Diminta Cabut Laporkan Haris Azhar


"Saya nggak setuju. Ketidaksetujuan saya, yang harus diberantas adalah gembong-gembongnya," ujar Haris Azhar kepada VIVA.co.id
, Jumat 16 Januari 2015.


Ia menjelaskan, dari bukti-bukti kasus di pengadilan banyak dipertanyakan, karena proses hukum tidak ada fakta-fakta yang kuat. "Seperti halnya di Batam, dua orang awak kapal masa dihukum mati," tuturnya.


Karena itu, kata Haris, jika Pemerintah Jokowi memberlakukan hukuman mati, maka dipastikan banyak menuai protes bahkan kecaman dari berbagai dunia. "Yang jelas, banyak tekanan dari dunia International," katanya.


Lanjut Haris, seharusnya pemerintah tidak memberlakukan hukuman mati bagi narapida narkotika. Para terpidana ini, kata dia, bisa dimanfaatkan untuk membongkar jaringan narkoba yang jauh lebih besar, bahkan melibatkan institusi negara.


Menurutnya, secara kompeherensif banyak cara untuk mencegah masuknya barang-barang haram itu ke Tanah Air.


"Harus ada pengawasan di bea cukai, penegakan hukum, adanya kontrol terhadap hukum, pengetatan wilayah perbatasan, dan kemampuan membongkar gembong narkoba itu sendiri," ujar Haris.


Amnesty International tegas menolak hukuman mati untuk semua kejahatan dan untuk segala situasi apapun, tanpa memandang sifat dari kejahatannya, karakter pelakunya, atau metode yang digunakan oleh negara untuk melakukan eksekusi mati.


Hukuman mati melanggar hak untuk hidup yang diakui di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan merupakan bentuk terburuk penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat.


Perlindungan terhadap hak untuk hidup juga diakui di dalam Konstitusi Indonesia. Sejauh ini 140 negara telah menghapuskan hukuman mati dalam sistem hukumnya atau pada praktik.


Enam terpidana mati yang akan dieksekusi telah dipindahkan ke ruang isolasi. Eksekusi akan dilakukan terhadap empat terpidana laki-laki dan dua terpidana wanita.


Ini daftar nama keenam terpidana yang akan dieksekusi:


1. Namaona Denis (48), warga negara Malawi, diputus PN pada tahun 2001. Grasi ditolak pada 20 Desember 2014.


2. Marco Archer Cardoso Moreira (53), warga negara Brasil, diputus PN pada 2004.


3. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (38), warga negara Nigeria,

diputus PN pada 2004 dan grasi ditolak 30 Desember 2014.


4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (52), warga negara tidak jelas. Lahir di Fak-Fak Papua, agama Budha, mengaku sebagai pedagang, grasinya ditolak 30 Desember 2014.


5. Tran Thi Bich Hanh (37), warga negara Vietnam, tidak mengajukan kasasi dan permohonan gransinya ditolak pada 30 Desember 2014.


6. Rani Andriani alias Melisa Aprilia, WNI asal Cianjur, Jawa Barat. Pekerja tidak jelas, diputus PN pada tahun 2000. Grasi ditolak 30 Desember 2014.


Baca juga



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya