Rekaman Jelang Maut di Kokpit Bikin Investigator KNKT Takut

FDR Pesawat Air Asia QZ 8501 Tiba di KNKT
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Menjadi orang yang bertugas mendengarkan suara orang yang akan menemui ajalnya dan kemudian memindahkannya menjadi transkrip pembicaraan tentu bukan pekerjaan mudah. Bagaimana detik-detik maut yang terekam dalam Cockpit Voice Recorder (CVR) dirunut satu persatu. Kemudian mengulangnya berkali-kali, jelas sangat mengusik pikiran.

Inilah yang dikerjakan Andreas Ricardo Hananto. Staf laboratorium KNKT yang juga menjadi investigator jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 yang jatuh di perairan laut Selat Karimata ini, mengaku sudah ribuan kali mendengar percakapan akhir para pilot yang pesawatnya dalam masalah.

"Seingat saya, sejak tahun 2009 pertama kalinya didirikan laboratorium investigasi KNKT, sudah ada 150 lebih kotak hitam yang kami buka dan periksa. Jadi bisa ribuan kali saya mendengar percakapan para pilot," kata Andreas kepada VIVA.co.id di kantornya, Jumat 16 Januari 2015.

Menjadi orang yang ditugaskan mendengar percakapan di detik akhir musibah, apalagi bagi para pilot yang pesawatnya terjatuh dan memakan korban. Memberikan pengalaman tersendiri bagi Andreas.

Sedapat mungkin, apa yang didengarnya dijelang ajal para awak pesawat tersebut jangan sampai terngiang-ngiang. "Bisa membuat kita terganggu batin dan pikiran kalau teringat terus. Jadi saya kerja profesional saja. Sudah dengar, terus abaikan. Kalau tidak bisa stress," katanya.

Pernah suatu kejadian, kata dia, ada seorang investigator yang diminta mendengarkan percakapan akhir pilot yang kemudian nahas bersama pesawat yang dikemudikannya. Investigator tersebut, hanya mampu bertahan selama 15 menit. Rekaman tragis menjelang kematian, langsung membuat sang investigator ketakutan.

"Saat itu, ia langsung keluar ruangan. Padahal baru 15 menit mendengar rekaman. Jadi saya langsung tenangin, kasih motivasi dan bimbingan lagi. Biar bisa bekerja lagi. Alhamdulillah, saya belum seperti itu," kenang Andreas.

Kalimat terakhir

Dari pengalamannya mendengarkan CVR dan membaca data FDR (Flight Data Recorder). Banyak kejadian, para pilot terkadang banyak tidak menyadari situasi terburuk di depan mereka. Komunikasi langsung putus begitu saja tanpa sempat ada pemberitahuan lanjutan dari pilot.

Airbus Juga Bersalah pada Jatuhnya AirAsia QZ8501

"Rata-rata pilot tidak sadar situasinya. Seperti kejadian Sukhoi. Si pilot tidak tahu situasi, saat mereka sedang sibuk terus tiba-tiba hilang kontak dan berhenti," kata Andreas.

Menurut Andreas, sesaat sebelum kejadian umumnya para pilot rutin berkomunikasi dengan ATC (Air Traffic Control), rata-rata percakapan merupakan percakapan standar dan mayoritasnya dengan menggunakan bahasa Inggris. Namun, ketika pesawat mulai mengalami turbulensi kuat dan kemungkinan berakhir benturan, pengalaman Andreas, para pilot sudah panik dan berbicara hampir tak jelas.

"Rata-rata sudah nggak pakai lagi bahasa Inggris, biasanya para pilot Indonesia pakai bahasa asal mereka (Indonesia). Saya nggak mau nyebutin, tapi begitulah. Udah nggak pakai lagi istilah-istilah pilot," cerita Andreas.

Disinggung hal tersulit saat memeriksa FDR ataupun CVR. Andreas mengaku, secara keseluruhan tidak ada kendala berarti. Kalaupun ada kendala, hanya berkaitan dengan perangkat kotak hitam (black box) yang ditemukan oleh tim investigasi.

"Paling susah itu cuma kalau black box-nya terendam air. Biasanya pasti mengalami korosi. Beberapa komponennya kadang jadi sulit dibaca dan didengar. Tapi beruntung yang AirAsia, dalam kondisi baik. Data dan rekaman pembicaraannya semuanya baik," kata dia.

Petugas Terbatas


Hingga kini, terhitung hampir enam tahun laboratorium investigasi KNKT dibentuk pemerintah. Petugas yang berprofesi menjadi peneliti CVR dan FDR di Indonesia, menurut Andreas, sangat sedikit. Dari sebelumnya ada empat orang yang ditugaskan, kini hanya berjumlah dua orang.

"Satu orang sudah berhenti, satu lagi sedang sekolah di Belanda. Jadi sekarang tinggal kami berdua, saya dan Pungki Sariyadi. Meski begitu, kami tetap mendapat bantuan dari negara lain seperti Perancis dan Australia. Mereka yang memberi suggesting kepada kami," kata Andreas.

Baca juga:

Badan Pesawat AirAsia Tiba di Jakarta

Setahun Tragedi AirAsia QZ8501 Diperingati di Surabaya

CEO AirAsia Group Tony Fernandes diinformasikan menghadiri acara ini.

img_title
VIVA.co.id
28 Desember 2015