Heroisme Prajurit Iskandar dan Operasi SAR AirAsia

Seahawk AS Bawa 3 Jenazah Air Asia QZ 8501
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
Setahun Tragedi AirAsia QZ8501 Diperingati di Surabaya
- Saat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo, menetapkan Lapangan Udara (Lanud), Iskandar, Pangkalan Bun, Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah, menjadi pusat evakuasi, tempat ini tiba-tiba menjadi ramai diperbincangkan. Dari obrolan santai minum teh sampai dunia maya.

Airbus Juga Bersalah pada Jatuhnya AirAsia QZ8501

Padahal, sebelumnya tempat ini hanyalah bandara kecil yang hampir tak terdengar. Bahkan, kalangan TNI hampir tidak mengetahui adanya tempat ini.
Terungkap Misteri Jatuhnya AirAsia QZ8501


"Jangankan publik dan media, bahkan tidak semua anggota TNI tahu Lanud Iskandar ini," kata Komandan Lanud Iskandar, Letnan Kolonel Penerbang Johnson Simatupang, kepada VIVAnews , Sabtu 10 Januari 2015.

Tidak hanya itu, untuk urusan administrasi saja sering kali tertukar. Di mana surat yang dialamatkan ke Lanud Iskandar ini, justru nyasar karena tertulis alamat Lanud Iskandar Muda di Banda Aceh atau Lanud Iskandarsyah di Palangkaraya.

Sepekan terakhir, nama Lanud Iskandar menjadi ramai diperbincangkan, dari masyarakat lokal hingga internasional. Nama Lanud Iskandar mencuat setelah tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501 milik Malaysia, pada hari Minggu 28 Desember 2014, saat lepas landas dari Surabaya menuju Singapura.

Di balik tragedi AirAsia QZ 8501, ada hal menarik dari Lanud tipe C yang masih dimiliki TNI Angkatan Udara ini. Keberadaannya tidak bisa lepas dari catatan sejarah kemerdekaan dan berdirinya Korps Baret Jingga atau dikenal sebagai Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI AU saat ini, yang menjadi salah satu elite tempur di matra udara dengan lambang 'Swa Bhuwana Paksa'.

Hari jadi Korps Baret Jingga ini mengadopsi tanggal dan tahun operasi penerjun udara pertama yang dilakukan TNI kala itu oleh Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat/PGC) pada 17 Oktober 1947 di Pangkalan Bun. Di mana operasi serangan udara itu mempunyau dua tugas utama.


Pertama, merebut Pangkalan Udara yang dikuasai tentara Jepang dan mendirikan pemancar untuk mengabarkan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.


Johnson mengisahkan operasi militer udara pertama pada tahun 1947, atas kordi Gubernur Kalimantan saat itu, Pangeran Muhammad Noor, dengan Pimpinan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma. Dari komunikasi tersebut, disepakati untuk melakukan operasi militer pada tanggal 17 Oktober 1947.


Operasi ditandai dengan penerbangan pesawat Dakota C-47 milik AURI dengan Nomor RI-002 dari Maguwo pada pukul 07.00 pagi hari. Pesawat ini diterbangkan oleh pilot, Bob Freeberg dan Copilot, Makmur Suhodo, yang membawa 13 penerjun dengan sandi operasi Satgas Dakota dipimpin putra daerah Sersan Iskandar.


Para penerjun lainnya adalah Ahmad Kosasih, Bachri, J Bitak, C Williem, Imanuel, Amirudin, Ali Akbar, M Dahlan, JH Darius, Marawi, teknisi radio AURI, Hari Hadi Sumantri dan FM Soejoto.


Dengan segala keterbatasan penerjunan tidak tepat di lokasi Lapangan Udara Pangkalan Bun, nama lokasi saat dikuasai Jepang.


"13 penerjun
sempet nyasar
beberapa kilometer dari target. Mereka mendarat di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, akibat cuaca buruk," kata Johnson.


Meski
nyasar
, mereka tetap semangat menyebarkan kabar kemerdekaan melalui radio. Tugas ini berhasil dengan membuat stasiun radio darurat yang menyiarkan kabar kemerdekaan dari siaran Radio Republik Indonesia (RRI) di Surabaya. Selanjutnya, para prajurit berani melaksanakan upaya perebutan lapangan udara.


Dalam upaya ini, ke-13 pasukan tidak hanya berhadapan dengan tentara Jepang. Para prajurit pemberani berhadapan dengan tentara Belanda yang baru saja melakukan agresi pertama dan berupaya menguasai semua objek strategis seperti lapangan udara yang sebelumnya dikuasai tentara Jepang.


Ke-13 prajurit gugur dalam palagan perebutan lapangan udara ini. "Untuk menghormati jasa mereka tempat ini diberi nama Lapangan Udara Iskandar. Kami buat patung beliau di depan pintu masuk lengkap dengan seragam," tegas Johnson.


Selain itu, dibuat dua monumen untuk mengenang kegigihan 13 prajurit itu. Monumen palagan pertama dibangun di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, yang merupakan tempat pertama kali mereka mendarat.


Monumen kedua, berupa pesawat Dakota C-47 milik AURI dengan Nomor RI-002, yang ditempatkan di jalan utama menuju lapangan udara.


"Itu Dakota pesawat asli. Setiap tahun kami melakukan perawatan, agar tetap bersih dan tidak rusak," katanya.


Heroisme ke-13 penerjun ini menjadi penyemangat Kopaskhah saat ini untuk menjadi pasukan terbaik dari matra udara. Di mana pasukan ini mempunyai spesialisasi operasi pembentukan dan pengoperasian pangkalan udara depan (OP3UD) yang tidak dimiliki satuan lain di Angkatan Laut maupun Darat.


Untuk lebih mematangkan diri, Kopaskhah telah membentuk Detasemen Bravo. Satuan khusus ini disiapkan untuk menghadapi berbagai upaya teror.


Setelah Kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, Lanud Iskandar menjadi bagian dari Komando Operasi Angkatan Udara II (Koopsau II) dengan tipe C.


Dengan tipe tersebut, Lanud Iskandar hanyalah sebagai landasan aju bagi pasukan TNI. Di mana dalam kondisi darurat atau terjadi pertempuran melibatkan Indonesia dengan negara lain, Lanud ini akan menjadi
support
untuk penerbangan pesawat tempur atau logistik lainnya.


Meski hanya berklasifikasi C, Lanud Iskandar ini mempunyai peran penting dalam pertahanan udara, transportasi, dan bencana seperti saat ini.


"Kami ini statusnya adalah pangkalan aju, yang harus siap,
standby
dalam keadaan darurat," ungkap Johnson.


Sebagai sebuah pangkalan aju, Lanud ini tidak dilengkapi dengan skadron udara yang sewaktu-waktu siap melakukan pertempuran. Oleh karena itu, harus meminta bantuan pasukan dari Lanud Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat. Cukup menarik, untuk tempat yang tidak lepas dengan berdirinya Kopaskhas, justru tidak memiliki satuan tempur tersebut.


Johnson mengatakan, Lanud Iskandar sebenarnya merupakan Lanud terluas di Indonesia saat ini. Dengan area 3.000,6 hektare, melebihi luas Lanud Halim Perdanakusuma di Jakarta dan Lanud Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur. Hanya saja, dari luas tersebut, baru sekitar 200 hektare saja yang dimanfaatkan sebagai kantor dan landasan pacu pesawat. "Sisanya menjadi hutan kota," katanya.


Menjadi bandara komersil

Pada dekade 1970-an, perkembangan Kabupaten Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah, cukup signifikan. Kebutuhan akan transportasi udara mulai yang cepat sebagai penunjang aktifitas masyarakat, muncul karena sebelumnya masyarakat di wilayah ini hanya mengandalkan transportasi laut untuk melakukan berbagai kegiatan antarpulau, termasuk menuju Ibu Kota Jakarta.


Pada 1970 sebagian lahan dari Lapangan Udara Iskandar mempunyai fungsi berbeda. Di mana penerbangan komersil mulai menjajaki landasan pacu. Untuk tujuan komersil, pemerintah menjadikan sebagian wilayah Lanud menjadi bandara komersil.


Meski masih tidak terlalu ramai, beberapa maskapai sudah memasukkan wilayah ini ke rute penerbangan. Seperti dari Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Ketapang, Pontianak, Sampit, Palangkaraya, Banjarmasin hingga ke berbagai penerbangan ke wilayah Indonesia timur lainnya.


Saat ini, lalu lintas di landasan pacu Lanud Iskandar sangatlah padat. Pesawat TNI, SAR dan komersil bergantian datang dan pergi di landasan ini. Pesawat komersil tampak jadi bagian kecil dalam proses operasi SAR pesawat AirAsia.


Lapang parkir bandara selalu tampak beberapa pesawat milik TNI AU, dan deretan helikopter milik TNI dan Basarnas yang menunggu perintah melakukan evakuasi.


Panglima TNI Jenderal Muldoko sudah mengatakan ekor pesawat berhasil diangkat. Ini sebagai salah satu penanda operasi SAR gabungan pesawat AirAsia QZ 8501 segera usai. Di mana semua pesawat militer dan Basarnas akan segera meninggalkan Lanud. Beberapa hari lagi lapangan udara ini akan kembali tenang di antara hutan yang mengelilinginya. (one)


Baca juga:


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya