Sejarah Heroik Lanud Iskandar, Saksi Bisu Tragedi AirAsia

Pencarian AirAsia Terkendala Cuaca Buruk
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Saat Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marskal Madya TNI, FHB Soelistyo menetapkan Pangkalan Udara (Lanud), Iskandar, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, menjadi pusat evakuasi, tempat itu ramai diperbincangkan. Dari obrolan santai minum teh sampai dunia maya.

Padahal sebelumnya tempat itu hanya bandara kecil yang hampir tak terdengar. Bahkan, kalangan TNI hampir tidak mengetahui tempat ini. "Jangankan publik dan media, bahkan tidak semua anggota TNI tahu Lanud Iskandar ini," kata Komandan Lanud Iskandar, Letnan Kolonel Penerbang Johnson Simatupang, Sabtu, 10 Januari 2015.

Untuk urusan katebelece administrasi saja sering kali tertukar. Surat yang dialamatkan ke Lanud Iskandar justru tersasar karena tertulis alamat Lanud Iskandar Muda di Banda Aceh atau Lanud Iskandarsyah di Palangkaraya.

Sepekan terakhir, nama Lanud Iskandar menjadi ramai diperbincangkan, dari masyarakat lokal hingga internasional. Nama Lanud Iskandar mencuat setelah tragedi kecelakaan pesawat AirAsia QZ 8501 pada Minggu, 28 Desember 2015, setelah lepas landas dari Surabaya menuju Siangapura.

Sersan Iskandar

Di balik tragedi itu, ada hal menarik dari Lanud tipe C yang masih dimiliki TNI Angkatan Udara ini. Keberadaannya tidak bisa lepas dari catatan sejarah kemerdekaan dan berdirinya korps baret jingga atau dikenal sebagai Komando Pasukan Khas (Kopaskhas) TNI Angkatan Udara kini, yang menjadi salah satu elite tempur di matra udara.

Hari jadi korps baret jingga mengadopsi tanggal dan tahun operasi penerjunan udara pertama yang dilakukan TNI kala itu oleh Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat/PGC) pada 17 Oktober 1947 di Pangkalan Bun. Operasi serangan udara itu mempunyai dua tugas utama, yaitu, pertama merebut pangkalan udara yang dikuasai militer Jepang dan mendirikan pemancar untuk mengabarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Johnson mengisahkan, operasi militer udara pertama pada 1947, atas koordinasi Gubernur Kalimantan saat itu, Pangeran Muhammad Noor, dengan Pimpinan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia), Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma. Dari komunikasi itu disepakati untuk melakukan operasi militer pada 17 Oktober 1947.

Operasi ditandai dengan penerbangan pesawat Dakota C-47 milik AURI dengan Nomor RI-002 dari Magowo pada pukul 07.00 WIB. Pesawat itu diterbangkan oleh pilot Bob Freeberg dan kopilot Makmur Suhodo yang membawa 13 penerjun dengan sandi operasi Satgas Dakota, dipimpin putra daerah Sersan Iskandar.

Para penerjun lain adalah Ahmad Kosasih, Bachri, J Bitak, C Williem, Imanuel, Amirudin, Ali Akbar, M Dahlan, JH Darius, Marawi, teknisi radio AURI, Hari Hadi Sumantri dan FM Soejoto.

Penyemangat Kopaskhas

Dengan segala keterbatasan, penerjunan tidak tepat di lokasi Lanud Pangkalan Bun, nama lokasi saat dikuasai Jepang. "13 Penerjun sempat nyasar beberapa kilometer dari target. Mereka mendarat di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, akibat cuaca buruk," kata Johnson.

Meski tersasar, mereka semangat untuk menyebarkan kabar kemerdekaan melalui radio. Tugas itu berhasil dengan membuat stasiun radio darurat yang me-relay kabar kemerdekaan dari siaran RRI di Surabaya. Selanjutnya para prajurit melaksanakan upaya perebutan pangkalan udara.

Dalam upaya itu, ke-13 pasukan tidak hanya berhadapan dengan tentara Jepang. Mereka berhadapan dengan tentara Belanda yang baru saja melakukan agresi pertama dan berupaya menguasai semua objek strategis seperti pangkalan udara yang sebelumnya dikuasia tentara Jepang.

Para prajurit gugur dalam palagan perebutan pangkalan udara ini. "Untuk menghormati jasa mereka tempat ini diberi nama Pangkalan Udara Iskandar. Kita buat patung beliau di depan pintu masuk lengkap dengan seragam," tegas Jhonson.

Selain itu, dibuat dua monumen untuk mengenang kegigihan para prajurit. Monumen palagan pertama dibangun di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat, yang merupakan tempat pertama kali mereka mendarat.

Monumen kedua berupa pesawat Dakota C-47 milik AURI yang ditempatkan di jalan utama menuju pangkalan udara. "Itu Dakota pesawat asli. Setiap tahun kita melakukan perawatan agar tetap bersih dan tidak rusak," katanya.

Aksi heroik ketiga belas penerjun itu menjadi penyemangat Kopaskhas kini untuk menjadi pasukan terbaik dari matra udara. Pasukan itu mempunyai spesialisasi operasi pembentukan dan pengoperasian pangkalan udara depan yang tidak dimiliki Angkatan Laut maupun Angkatan Darat. Untuk lebih mematangkan diri, Kopaskhas telah membentuk Detasemen Bravi. Satuan khusus ini disiapkan untuk menghadapi berbagai upaya teror.

Pangkalan aju

Setelah kemerdekaan, Lanud Iskandar menjadi bagian dari Komando Operasi Angkatan Udara II (Koopsau II) dengan tipe C. Dengan tipe itu, Lanud Iskandar hanya sebagai pangkalan aju bagi pasukan TNI. Dalam kondisi darurat atau terjadi pertempuran yang melibatkan Indonesia dengan negara lain, lanud itu akan menjadi pendukung untuk penerbangkan pesawat tempur atau logistik lain.

Meski hanya berklasifikasi C, lanud itu mempunyai peran penting dalam pertahanan udara, transportasi dan bencana seperti sekarang. "Kita statusnya adalah pangkalan aju, yang harus siap, siaga, dalam keadaan darurat," kata Jhonson.

Sebagai sebuah pangkalan aju, lanud itu tidak dilengkapi dengan skuadron udara yang sewaktu-waktu siap melakukan pertempuran. Maka harus meminta bantuan pasukan dari Lanud Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat. Cukup menarik untuk tempat yang tidak lepas dengan berdirinya Kopaskhas justru tidak memiliki satuan tempur.

Johnson mengatakan, Lanud Iskandar sebenarnya adalah lanud terluas di Indonesia. Dengan area tiga ribu hektare, melebihi luas Lanud Halim Perdanakusuma di Jakarta dan Lanudal Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur. Namun dari luas itu, baru sekitar 200 hektare saja yang dimanfaatkan sebagai kantor dan landasan pacu pesawat. "Sisanya menjadi hutan kota," katanya.

Bandara komersial

Pada dekade 1970, perkembangan Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, cukup sinifikan. Kebutuhan transportasi udara mulai yang cepat sebagai penunjang aktivitas masyarakat muncul, karena sebelumnya masyarakat di wilayah itu hanya mengandalkan transportasi laut untuk melakukan berbagai kegiatan antarpulau, termasuk menuju Jakarta.

Pada 1970, sebagian lahan dari Lanud Iskandar mempunyai fungsi berbeda. Penerbangan komersial mulai menjajaki landasan pacu. Pemerintah menjadikan sebagian wilayah Lanud menjadi bandara komersial.

Meski tidak terlalu ramai, beberapa maskapai sudah memasukkan wilayah itu ke dalam rute penerbangan. Seperti dari Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Ketapang, Pontianak, Sampit, Palangkaraya, Banjarmasin, hingga berbagai penerbangan ke wilayah timur Indonesia.

Kini lalu lintas di Lanud Iskandar sangat padat. Pesawat TNI, SAR dan komersial bergantian datang dan pergi. Pesawat komersial tampak menjadi bagian kecil dalam proses operasi SAR pesawat AirAsia.

Lapangan parkir Bandara selalu tampak beberapa pesawat milik TNI Angkatan Udara, dan deretan helikopter milik TNI dan Basarnas yang menunggu perintah evakuasi.

Panglima TNI Jenderal Muldoko memastikan ekor pesawat berhasil diangkat. Ini sebagai salah satu penanda operasi SAR gabungan pesawat AirAsia QZ8501 segera usai. Semua pesawat militer dan Basarnas segera meninggalkan Lanud. Beberapa hari lagi pangkalan udara itu akan kembali tenang di antara hutan yang mengelilinginya.


Baca berita lain:


Airbus Juga Bersalah pada Jatuhnya AirAsia QZ8501


Terungkap Misteri Jatuhnya AirAsia QZ8501
Badan Pesawat AirAsia Tiba di Jakarta

Setahun Tragedi AirAsia QZ8501 Diperingati di Surabaya

CEO AirAsia Group Tony Fernandes diinformasikan menghadiri acara ini.

img_title
VIVA.co.id
28 Desember 2015