Ahli Geologi Ungkap Penyebab Utama Longsor Banjarnegara

Rumah Yang Selamat Dari Terjangan Longsor
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
Iran Serang Israel, Airlangga Serukan Parpol Bersatu karena Situasi Ketidakpastian Meningkat
- Bencana longsor yang terjadi di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Karangkobar Banjarnegara, Jum'at, 12 Desember 2014 lalu, menjadi bencana terbesar yang terjadi di Jawa Tengah pada 2014. Ada 105 rumah warga yang tertimbun tanah dan 108 warga dinyatakan tewas dalam tragedi maut tersebut.

Arema FC Kalah 3 Kali Beruntun, Ini Kata Widodo Cahyono Putro

Sampai evakuasi hari keenam, tim gabungan baru menemukan 86 korban tertimbun, sementara 23 korban masih belum dipastikan keberadaannya.
Terpopuler: Harga Stylo 160 Usai Lebaran, 5 Motor Honda Paling Irit April 2024


Menurut pakar Mitigasi Bencana Alam dari Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Indra Permanajati, tanah longsor di Dusun Jemblung terjadi karena faktor geologis yang meliputi adanya morfologi yang curam berupa perbukitan dengan ketinggian mencapai 400 meter. 

"Daerah yang demikian akan sangat rawan longsor. Apalagi bentuk bukit dengan lereng cembung berbentuk melingkar kebawah merupakan lokasi yang sangat rawan longsor, seperti yang terjadi di Desa Jemblung, " kata Indra usai secara langsung melakukan penelitian di lokasi longsor, Kamis 18 Desember 2014.


Secara ilmiah, lanjut Indra, jika bentuk bukit cekung maka sangat memungkinkan material bukit akan longsor karena tegangan-tegangan yang terjadi dalam lereng besar. Apalagi, pada musim hujan beban air semakin berat sehingga mempercepat longsor terjadi.


Material Lapuk


Selain faktor itu, lanjut Indra, longsor di dusun Jemblung karena jenis batuan di

bukit Telaga Lele merupakan material vulkanik yang berbahaya jika dalam kondisi lapuk. Sebab, dalam pelapukan material vulkanik yang terbentuk banyak mengandung lempung.


"Padahal lempung merupakan jenis material tanah yang akan mudah mengalami pemburukan sifat kalau terkena air, " imbuh dia.


Menurut dia, pemburukan sifat lempung yang lembek menyebabkan tanah tidak mampu menahan beban di lereng. Material tanah lapuk menempel pada material kedap dan resisten bukit Telaga Lele.


"Jadi air mengalami akumulasi pada bagian ini dan terbentuklah bidang gelincir yang selanjutnya diikuti longsoran, " jelas dia menambahkan.


Longsoran di Dusun Jemblung mempunyai jenis luncuran debris yang kemudian terubah menjadi aliran debris. Sumber utama terjadi di bukit Telaga Lele, kemudian longsor dan mengikuti alur aliran (
flow track
) ke bawah menuju daerah yang rendah. 


"Itu sangat terlihat di lokasi longsoran termati seperti terbelah dua. Diprediksi ada material yang resisten di tengah bagian bawah bukit, sehingga longsoran terbelah ke kanan dan ke kiri." jelas dia.


Saat itu, jalur yang kanan material longsor menabrak dinding sungai yang di depannya, sehingga membelok ke barat daya dan mengenai Dusun Jemblung. Untuk
flow track
yang kiri langsung mengenai pemukiman di Dusun Jemblung. Kemudian longsoran terbawa arus sungai ke bagian bawah. 


Kendati demikian, kata dia, volume longsoran sampai saat itu belum dapat dipastikan, sebab pengukuran belum dapat dilakukan pada sumber longsoran.

"Kami belum mengukur, karena lokasi masih dalam kondisi yang rawan, " kata dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya