Mantan Pejabat Kawasan Sabang Dituntut Uang Pengganti Rp3,2 Miliar

Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Rowoon Ungkap Alasan Keluar dari SF9 dan Fokus di Akting Sebagai Aktor
- Jaksa Penuntut Umum menuntut mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Ramadhani Ismy, pidana penjara selama 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan.

Profil Dio Novandra, Pacar Megawati Hangestri yang Dikenalkan ke Para Pemain Red Spark

Pejabat Pembuat Komitmen terkait proyek Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang tahun 2006-2011 itu dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Harga Gula Meroket, Ini Kata Kadis Perindag ESDM Sumut


"Menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, menyatakan terdakwa Ramadhani Ismy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Jaksa Fitroh Rohcahyanto, ketika membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 1 Desember 2014.


Selain pidana penjara dan denda, Jaksa juga menuntut Ramadhani untuk membayar uang pengganti sebesar Rp3,204 miliar. Jika setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, Ramadhani tidak dapat membayarnya, maka harta bendanya akan disita kemudian dilelang.


"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 3 tahun," imbuh jaksa.


Jaksa menjelaskan, Ramadhani yang merupakan seorang Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang menyatakan bahwa pelelangan proyek pada 2006 itu dapat dilakukan dengan penunjukan langsung.


Ramadhani menyebut alasannya adalah karena pekerjaan pada 2006 masih satu kesatuan konstruksi bangunan dengan pekerjaan tahun 2004. Padahal, menurut Jaksa, proyek pada 2006 bukan merupakan pekerjaan lanjutan.


Selain itu, Jaksa menilai bahwa Ramadhani telah menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) proyek tersebut sebesar Rp8,1 miliar tanpa melalui survei daftar harga pasar. Dia menetapkan HPS berdasarkan Engineering Estimate (EE)yang dinilai sudah digelembungkan.


Setelahnya, dia meminta kepada panitia lelang untuk melakukan penunjukan langsung Nindya Sejati JO. Menurut Jaksa, Ramadhani kemudian membuat dokumen terkait penunjukan langsung itu dan meminta panitia lelang menandatangani dokumen-dokumen tersebut.


Nindya Sejati JO kemudian ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan proyek Dermaga Bongkar Sabang pada 2006, dengan nilai kontrak Rp8,023 miliar. Dalam praktiknya, Nindya Sejati JO mengalihkan pekerjaan utama, pekerjaan pile cap, balok, plat, plat injak dan pasangan batu di bawah plat injak serta pekerjaan tambahan yaitu pekerjaan persiapan dan pekerjaan pemancangan ke CV SAA Inti Karya Teknik.


Meski pekerjaan tidak selesai sampai 100 persen, Ramadhani tetap membuat bea surat terima, yang pada intinya adalah hasil pemeriksaan pekerjaan sudah dikerjakan sesuai ketentuan dan telah mencapai 100 persen.


Dia kemudian mengusulkan pembayaran 100 persen sebesar Rp8,412 miliar kepada kuasa pengguna anggaran, dan atas usulan tersebut, Nindya Sejati JO menerima pembayaran dari BPKS Rp7,145 miliar.


Akibat penyimpangan pada proyek pada 2006 itu, negara telah mengalami kerugian hingga Rp2,912 miliar. Menurut Jaksa, Ramadhani kemudian melakukan modus yang sama pada proyek tahun 2007 hingga 2011.


Menurut Jaksa, dalam korupsi tersebut, Ramadhani telah memperkaya diri hingga sebesar Rp3,204 miliar. Sementara itu, total kerugian keuangan negara secara keseluruhan akibat korupsi ini mencapai Rp313,345 miliar.


Jaksa menilai Ramadhani terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya