UGM: Masyarakat Indonesia Kurang Tanggap Bencana

Daerah Rawan Bencana
Sumber :

VIVAnews - Kesadaran masyarakat Indonesia akan risiko bencana masih dinilai rendah, padahal mereka tinggal di negara yang rawan terjadinya berbagai bencana alam mulai dari banjir, tanah longsor hingga bencana gempa dan tsunami.

Pertanyakan Ghea Indrawari yang Belum Menikah, Anang Hermansyah Dihujat Netizen

Kondisi ini, mendorong Universitas Gajah Mada (UGM) meningkatkan kesadaran dan kemampuan menghadapi ancaman bencana, yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan warga yang tinggal di daerah bencana.

Usaha yang dilakukan adalah dengan menginisasi lahirnya sebuah komunitas sadar bencana bernama Basis Organisasi Komunitas (Bokomi) 192 dan Iza Kaeru Caravan (IKC).

6 Pemain yang Bisa Didatangkan Inter Milan, dari Juara Serie A hingga Penantang Liga Champions

“Selama ini, masyarakat Indonesia kurang sadar akan pentingnya mitigasi bencana. Pendirian komunitasi ini merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat melek bencana,” ungkap Ketua Bokomi, Dr. Noorhadi Rahardjo, Minggu 23 November 2014.

Noorhadi berharap, melalui dua komunitas tersebut masyarakat dapat belajar, sekaligus berlatih melakukan mitigasi bencana. Dengan begitu, ketika nantinya terjadi bencana masyarakat dapat secara aktif melakukan upaya-upaya penyelamatan, bukan pasif menunggu bantuan pertolongan datang.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Komunitas sadar bencana tersebut, merupakan hasil adopsi dari asosiasi sadar mitigasi bencana dari Jepang. Bokomi adalah asosiasi berbasis kemasyarakatan yang dibentuk dengan tujuan membentuk keahlian masyarakat dalam melakukan mitigasi bencana.

Sedangkan IKC adalah asosiasi yang ditargetkan untuk anak-anak sekolah, dengan tujuan membentuk sikap mental sejak dini, beranggotakan relawan-relawan dari kalangan akademisi.

Bokomi 192, saat ini berada di Kampung Badran, Tegalrejo, Yogyakarta. Awalnya, Bokowi 192 bernama Bokomi Badran. Kemudian, nama organisasi berubah, setelah mendapatkan sertifikat international dari Jepang. Di belakang nama asosiasi diberi urutan ke-192, setelah 191 bokomi yang telah terbentuk di Jepang.

Kembangkan alat simulasi bencana

Noorhadi mengungkapkan, tidak mudah untuk membentuk cara pandang masyarakat untuk menyadari akan pentingnya tanggap terhadap bencana, termasuk terlibat dalam kegiatan yang mereka buat. Seperti di awal pembentukan organisasi hanya diikuti  dua orang peserta pelatihan kebencanaan. 

Namun, seiring berjalannya waktu masyarakat yang bergabung dalam komunitas semakin banyak hingga terbentuk satu kelompok di Kampung Badran dengan koordinator di setiap RT-nya. Bahkan, setelah empat tahun merintis, terbentuk sembilan bokomi yang tersebar di berbagai kampung di sekitar Kota Yogyakarta.

“Setiap bulannya Bokomi rutin mengadakan pelatihan di Kampung Badaran, tetapi juga ke berbagai tempat dan instansi,” jelasnya. 

Tidak hanya itu, para anggota Bokomi juga berhasil mengembangkan berbagai alat simulasi bencana. Salah satunya adalah kereta pemadam kebakaran atau biasa disebut kredamkar. Kredamkar merupakan alat pemadam kebakaran hasil adopsi dari Jepang yang dikreasikan dengan biaya pembuatan yang lebih murah. 

“Kalau di Jepang biaya pembuatan kredamkar bisa mencapai Rp200 juta per unitnya, namun dengan inovasi yang kami lakukan pembuatan satu kredamkar hanya butuh Rp20 juta saja,” jelas dosen Fakultas Geografi UGM ini.

Sementara itu, untuk meningkatkan kinerja Bokomi, pihaknya juga melakukan usaha pendampingan dengan melakukan perekrutan relawan dari berbagai jurusan di UGM. Selain itu, ia tengah mengusulkan program dimasukkan sebagai salah satu program tematik KKN PPM UGM. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya