Perumus Tes Kesehatan Polri Tak Kenal Tes Keperawanan

Polwan Polda Metro Jaya Berjilbab
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Laporan Human Right Watch mengenai metode "dua jari" untuk mengetes keperawanan calon anggota polisi wanita (Polwan) sempat menghebohkan masyarakat. Namun, para perumus tes kesehatan untuk seleksi calon anggota Polwan, justru tidak mengenal metode itu.

Salamun, pensiunan Polisi berpangkat Kolonel (kini Kombes), mempertanyakan hasil survei Human Right Watch soal tes keperawanan bagi calon Polwan.

KPK Ungkap Background Pejabat Pemilik Aset Kripto Miliaran

Bahkan, kata Salamun, keperawanan tidak menjadi kriteria penilaian bagi calon anggota Polwan. "Itu masalah pribadi dan bukan kriteria," ujar Salamun, Minggu 23 November 2014.

Sebelumnya, Human Right Watch merilis hasil wawancara mereka dengan delapan perempuan yang pernah menalani tes keperawanan calon anggota Polwan. Mereka yang diwawancarai pernah mengikuti tes penerimaan anggota Polwan di Jakarta, Padang, Bandung, Pekanbaru, Medan, dan Makassar.

Salamun, yang mengaku profesor perumus tes kesehatan calon anggota Polwan, mempertanyakan hasil wawancara terhadap delapan wanita yang menurut Human Right Watch pernah menjalani tes tersebut.

"Berkenaan dengan statement peneliti itu, saya sebagai seorang peneliti menyayangkan. Karena, tidak berdasarkan kualitas yang perlu dipegang dalam merumuskan suatu survei, hanya delapan orang. Mungkin memang ada masalah etik, ditutup namanya, tetapi kalau survei itu harus jelas, karena ini menyangkut masalah yang luas," ungkapnya.

Ia, kemudian menceritakan sejarah tes kesehatan bagi calon anggota Polwan. Menurutnya, pada tahun 1970-an Polri membutuhkan banyak tenaga Polwan, sehingga membuka sekolah Bintara Polwan.

"Itu rumusnya mudah, UABDL (Umum, Anggota Badan, Dengar, dan Lihat). Jadi, ada ketentuannya. Misalnya lihat, tidak boleh pakai kacamata. Tetapi, kalau dokter itu lain dengan tenaga teknis. Masing-masing ada kriterianya," jelas Salamun.

"Untuk bintara Polwan waktu itu dberlakukan UABDL yang standar, termasuk reproduksi. Soal tes keperawanan metode dua jari, bukan tidak ada, tetapi tidak boleh. Tidak pernah kami diajari begitu di kedokteran," katanya.

Tes reproduksi hanya untuk mengetahui, apakah peserta dalam keadaan hamil, atau tidak. Untuk mengetes apakah kehamilan calon anggota Polwan, Salamun mengatakan sejak 1974, pihaknya telah menggunakan testpack. Sedangkan, untuk mengetes penyakit lain di organ reproduksi, juga menggunakan cara-cara yang sesuai dengan ilmu kedokteran.

Sejak dirumuskan pada 1970-an lalu, Salamun mengaku metode tes kesehatan bagi calon anggota Polri pasti berkembang. Namun, perubahannya tidak akan terlalu besar.

Ditanya, apakah ada kemungkinan metode dua jari merupakan kesalahan praktek para anggota tim tes kesehatan, Salamun menjawab tidak mungkin. Sebab, pembentukan tim seleksi Polri sangatlah ketat. Tim tes kesehatan juga tidak mungkin menjalankan metode tes di luar yang telah ditetapkan. (asp)

Kejuaraan Golf Internasional, Pj Gubernur Sumut Optimis Jadi Ajang Pembinaan Atlet
Brigade al-Quds Brigade Tulkarm, Mohammad Jaber atau Abu Shujaa

Dikira Tewas oleh Israel, Komandan Al Quds Abu Shujaa Tiba-tiba Muncul di Pemakaman

Komandan kelompok bersenjata Palestina Al-Quds, Brigade Tulkarm di Tepi Barat, Abu Shujaa yang diberitakan telah terbunuh oleh pihak Israel pekan lalu, tiba-tiba muncul.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024