Ombudsman Cium Indikasi Suap Putusan TPI

Siti Hardijanti Rukmana
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVAnews
Unilever Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 1,4 Triliun Kuartal I-2024
- Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Danang Girindrawardana mengatakan, ada sejumlah kejanggalan terkait penolakan Peninjauan Kembali (PK) sengketa kepemilikan TPI yang diajukan PT Berkah Karya Bersama. Danang mencium adanya indikasi permainan uang dalam penanganan kasus itu.

Pelatih Korea Selatan Puji Shin Tae-yong dan Timnas Indonesia U-23 Setinggi Langit

"Ada dugaan uang Rp50 miliar. Tapi itu bukan masalah Ombudsman kalau suap," ujarnya di Jakarta, Sabtu, 22 November 2014.
Mobil Angkot Andalan Masyarakat Ini Segera Berusia Emas


Danang menilai, ada pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim dalam menangani kasus tersebut. Menurut dia, hakim melampui kewenangannya.


"Kita melihat ada masalah lain, ada kedekatan yang tidak
fair
untuk seseorang dalam menyidangkan kasus itu," ujarnya curiga.


Danang mengatakan, MA telah mengambil kasus yang sedang ditangani Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).


"Seharusnya tidak boleh. Jadi BANI itu memiliki kewenangan yang cukup kuat. Mereka sedang berproses tidak boleh kasus yang sama diambil oleh lembaga peradilan manapun," ujarnya.


Sebab, jika BANI memutuskan sesuatu yang berbeda dari putusan pengadilan maka akan menjadi masalah.


Danang mengatakan, insitusinya sedang mempelajari sejumlah kejanggalan dalam kasus tersebut. Mereka akan menegur hakim yang menangani kasus itu melalui Komisi Yudisial (KY).


 "Karena ini masalah kode etik hakim. Tiga hakim tersebut diduga melanggar kode etik, melampaui batas kewenanangannya," terangnya.


Danang menegaskan, Ombudsman sangat percaya tidak mungkin seorang hakim, apalagi tiga orang Majelis Hakim tidak mengetahui kasus yang sama sedang disidangkan di pengadilan yang lain.


"Tidak mungkin. Jadi ini adalah mal administrasi, yaitu perbuatan melampaui kewenangan. Tetapi Ombudsman tidak memiliki mekanisme sanksi terhadap pengadilan atau hakim. Yang bisa melakukan itu adalah KY. Nah, kami akan berikan kajian ini pada KY."


Dia berharap KY segera menindak. Sebab, mereka yang memiliki kewenangan untuk membuktikan kesalahan para hakim dalam memutuskan suatu perkara.


"Karena ini akan menjadi preseden buat sistem penyelesaian pengadilan yang berikutnya. Satu kejadian menjadi yurisprudensi. Berbahaya itu. Ini bukan soal kasusnya, tapi soal
overlaping
di lembaga peradilan itu berbahaya."


Sebelumnya, MA menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT Berkah Karya Bersama terkait kasus perdata saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang kini telah berganti nama menjadi MNC TV. Putusan MA nomor 238 PK/PDT/2014 itu menegaskan putusan sebelumnya, yakni kasasi yang dimenangkan Siti Hardiati Rukmana alias Tutut. Putusan yang dikeluarkan pada 29 Oktober 2014 itu, membuat putusan kasasi berlaku kembali. Artinya, Siti Hardiyanti Rukmana dinyatakan menang dalam kasus ini.


Sengketa perebutan saham kepemilikan MNC TV telah berlangsung sejak 2005 lalu. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan PT Berkah Karya Bersama mengembalikan kepemilikan 75 persen saham TPI pada Mbak Tutut . Tergugat juga dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 680 miliar dan bunga 6 persen per tahun. Namun, PT Berkah mewakili MNC TV melanjutkan sengketa hukum tersebut ke Pengadilan Tinggi Jakarta. PT Berkah menang lewat putusan Nomor 629/PDT/2011/PT.DKI pada 20 April 2012. Sengketa berlanjut, saat Tutut mengajukan kasasi ke MA. Pada 2 Oktober 2013, MA mengabulkan permohonan kasasi tersebut. PT Berkah kemudian mengajukan PK yang ditolak MA lewat putusan 238 PK/PDT/2014.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya