Kolom Agama Kosong di KTP untuk Akomodir Agama Tak Resmi

ilustrasi KTP
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Noveradika
VIVAnews -
2.000 Hewan Ternak Dilakukan Vaksinasi Antisipasi Wabah PMK Secara Gratis
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memperbolehkan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dikosongkan. Hal itu dilakukan demi mengakomodir rakyat Indonesia yang memeluk keyakinan selain enam agama yang yakni, Islam, Kristen, Protestan, Katholik, Hindu, Buddha dan Konghucu.

Ternyata Buah Delima Punya Manfaat untuk Sembuhkan Kanker, Benarkah?

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Dodi Riyatmadji, mengatakan untuk menghormati warga Indonesia yang menganut selain enam agama yang resmi menurut undang-undang itu, maka di versi cetak KTP-nya boleh dikosongkan. Tetapi di
Prediksi LaLiga: Real Madrid vs Barcelona
database tetap ditulis agama yang dianutnya.


"Kalau yang masuk kolom agama yang sudah diresmikan oleh negara kan ada enam. Sepanjang agama yang enam itu, silakan masukkan. Tapi kalau, misalkan menganut agama sunda wiwitan dan sebagainya, di
database
saja diisi, di KTP-nya dikosongkan," kata Dodi di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jumat 7 November 2014.


Apabila warga negara Indonesia yang menganut selain enam agama itu kolom agamanya tidak mau kosong. Maka yang harus dilakukan adalah merevisi undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan undang-undang nomor 23 tahun 2006 tetang administrasi kependudukan


"Seandainya di undang-undang direvisi, baru cerita tentang memasukkan agama Sunda Wiwitan, kebatinan dan sebagainya. Sepanjang itu diakui negara, tapi kalau tidak dirubah tidak bisa," terang Dodi.


Dodi menambahkan, untuk merivisi undang-undang nomor 24 tahun 2013 itu memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kata dia, terkait itu memerlukan koordinasi antara pemerintah dan parlemen.


Menurutnya, apabila undang-undang itu direvisi maka penganut agama selain Islam, Kristen, Protestan, Katholik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Boleh memasukkan agama yang dianutnya di dalam kolom agama di KTP-nya.


"Harus menunggu revisi UU Kalau memberikan ruang tidak memasukkan atau tidak dimasukkan, UU harus direvisi dulu. Harus DPR dan pemerintah sedangkan DPR saja belum beres, jadi ada dua kelompok. Bagaimana mau bahas undang-undang kalau DPR-nya saja dua kelompok," ucapnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya