Korupsi Sabang, Pejabat Ini Didakwa Perkaya Diri Rp3,2 M

Sidang Perdana Heru Sulaksono
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Terdakwa kasus dugaan korupsi terkait Proyek Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang tahun 2006-2011, Ramadhani Ismy, menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 29 September 2014.
Pemkot Pontianak Kasih Peringatan ke Seluruh SPBU di Kota Itu, Ada Apa?

Mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) itu didakwa telah memperkaya diri sendiri hingga mencapai Rp3,2 miliar dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Man Utd Incar Penyerang Tua yang Bela Real Madrid

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri terdakwa Ramadhani Ismy sejumlah Rp3.204.500.000," kata jaksa penuntut umum KPK, Iskandar Marwanto dalam sidang pembacaan dakwaan.
Ekonomi Tumbuh 5,6% di 2024, Pemprov DKI Yakin Bisa Atasi Inflasi

Jaksa mengungkapkan, Ramadhani melakukan perbuatannya secara bersama-sama dengan Heru Sulaksono, Teuku Syaiful Achmad (dilakukan penuntutan secara terpisah), Sabir Said, M Taufik Reza, Zubir Sahim, Nasruddin Daud, Ruslan Abdul Gani, Ananta Sofwan, Zulkarnaen Nyak Abbar, Zaldy Noor, Pratomo Santosanengtyas, Pandu Lokiswara Salam, Askaris Chioe, Kamaruzaman, Suffi dan Lili Sudiono sejak Januari 2006 sampai dengan 27 Desember 2011.

Menurut Jaksa, perbuatannya itu juga memperkaya orang lain, antara lain Kuasa Nindya Sejati Joint Operation, Heru Sulaksono sebesar Rp34 miliar; Pegawai PT Nindya Karya cabang Sumut dan Aceh yang ditunjuk sebagai Kepala Proyek Pembangunan Dermaga Sabang, Sabir Said sejumlah Rp12,72 miliar; Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dan merangkap kuasa pengguna anggaran tahun 2006-2010, Teuku Syaiful Achmad sejumlah Rp7,49 miliar.

Selain itu, juga memperkaya pegawai administrasi Keuangan Nindya Sejati JO, Bayu Ardhianto sejumlah Rp4,39 miliar; Saiful Ma'ali sejumlah Rp1,22 miliar; Direktur PT Tuah Sejati, Taufik Reza sejumlah Rp1,35 miliar; perwakilan PT Tuah Sejati, Zainuddin Hamid sejumlah Rp7,53 miliar; Kepala BPKS, Ruslan Abdul Gani sejumlah Rp100 juta; Pimpinan proyek tahun 2004, Zulkarnaen Nyak Abbas sejumlah Rp100 juta serta tenaga lepas BPKS, Ananta Sofwan sejumlah Rp977,72 juta

Sedangkan korporasi yang ikut diuntungkan oleh perbuatan terdakwa antara lain PT Nindya Karya sejumlah Rp44,68 miliar, PT Tuah Sejati sebesar Rp49,9 miliar, PT Budi Perkasa Alam sejumlah Rp14,3 miliar, PT Swarna Baja Pacific sejumlah Rp1,75 miliar serta pihak-pihak lainnya Rp129,54 miliar.

Dalam pemaparannya, jaksa menuturkan, pada tahun 2004, BPKS mendapatkan anggaran untuk pembangunan Dermaga Sabang yang bersumber dari APBN. Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pembangunan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang itu, Ramadhani ditunjuk sebagai sekretaris panitia pengadaan dengan pimpinan proyek Zulkarnain Nyak Abbas.

Kepala BPKS, Zubir Sahim disebut telah melakukan kesepakatan dengan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh, Heru Sulaksono agar proyek pembangunan dilaksanakan PT Nindya Karya, sebelum pelaksanaan lelang.

Namun karena alasan keamanan, PT Nindya Karya harus bekerja sama dengan perusahaan lokal. Untuk itu Heru Sulaksono melakukan kerja sama operasional dalam bentuk Joint Operation (JO) dengan perusahaan lokal yaitu PT Tuah Sejati kemudian dinamakan Nindya Sejati JO.

Setelah terbentuk, Zubir Sahim memerintahkan Zulkarnaen Nyak Abbas untuk memenangkan Nindya Sejati JO dalam proses pelelangan. Zulkarnaen kemudian meminta Nindya Sejati JO itu memasukkan penawaran dan mencari perusahaan pendamping.

Selain itu, Zulkarnaen memerintahkan Ramadhani untuk melengkapi administrsi pelelangan pekerjaan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang.

"Atas perintah tersebut, terdakwa membuat kelengkapan administrasi pelelangan dan meminta panitia pengadaan, pihak Nindya Sejati JO dan 4 perusahaan pendamping (PT Pelita Nusa Perkasa, PT Reka Bunga, PT Flamboyan Huma Arya dan PT Bina Pratama Persada) menandatangani dokumen pelelangan agar seolah-olah telah dilakukan proses pelelangan," ungkap Jaksa.

Zulkarnaen kemudian menetapkan Nindya Sejati JO sebagai pemenang lelang, lalu menandatangani surat perjanjian kerja jasa konstruksi bersama dengan Heru Sulaksono dengan nilai kontrak sebesar Rp7,105 miliar.

Pembayaran dilakukan BPKS sebesar 20 persen dari nilai kontrak setelah dipotong pajak Rp1,266 miliar kepada Nindya Sejati JO pada 26 Oktober 2004. "Namun pada kenyataannya sampai dengan berakhirnya masa kontrak Nindya Sejati JO tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana dalam kontrak," imbuh jaksa.

Proyek ini sendiri diketahui sempat terhenti lantaran bencana tsunami pada 26 Desember 2014, dan kemudian dilanjutkan pada tahun 2006-2011.

Atas perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian hingga ratusan miliar rupiah. "Sehingga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp313,34 miliar," ujar Jaksa.

Atas perbuatannya, Ramdhani didakwa melanggar pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya