AJI Desak SBY Bebaskan Jurnalis Asing yang Ditahan di Papua

Pesawat melintas Pegunungan Jayawijaya lewati Lembah Baliem Wamena
Sumber :
  • Antara/ M Agung Rajasa
VIVAnews
8 Negara dengan Penurunan Tercepat di Asia
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta meminta pemerintah Indonesia membebaskan dua jurnalis asal Perancis, Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat, yang ditahan di Papua.

Ungkit Panasnya Debat di Pilpres 2024, Prabowo: Tapi Kita Tetap Satu Keluarga

Pekerja pers dari media Arte TV ditangkap pada 7 Agustus 2014 lalu oleh Kepolisian Daerah Papua di Wamena. Mereka dianggap menyalahgunakan izin visa dan terlibat dalam gangguan keamanan.
Mengerikan, Ini 9 Bahaya Vape Liquid Ganja yang Perlu Diketahui


"Penangkapan kedua jurnalis Perancis tersebut adalah bentuk pembungkaman kebebasan pers. Hal ini jelas memalukan Indonesia di mata dunia internasional," kata Ketua AJI Yogyakarta, Hendrawan Setiawan, Senin, 22 September 2014.


AJI Yogyakarta menggelar aksi damai di kilometer nol, Yogyakarta, bersama sejumlah aktivis pers mahasiswa untuk mendesak pemerintah membebaskan kedua jurnalis asing itu.


Menurut Hendrawan, Pemerintah seharusnya menjamin tiap jurnalis untuk menjalankan tugasnya melakukan peliputan.


"Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi. Namun penangkapan dua jurnalis asing di Papua justru menjadi cerminan kegagalan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dalam menjaga kebebasan pers di seluruh wilayah Indonesia,” katanya.


AJI Yogyakarta menuntut Polisi segera membebaskan keduanya dan kembali mengizinkan mereka menjalankan kerja jurnalistik di seluruh wilayah Indonesia.


"Kami juga menuntut Polri mengembalikan seluruh peralatan jurnalistik beserta hasil peliputan yang ada secara utuh,” ujarnya.


Thomas Charles Dandois dan Marie Valentine Bourrat terancam dipenjara lima tahun karena dituduh menyalahgunakan visa kunjungan. Mereka dijerat dengan Pasal 122 A Undang-Undang Imigrasi Nomor 6 Tahun 2011 tentang Izin Tinggal dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta.


Mereka masuk Papua menggunakan visa turis tapi, menurut Imigrasi, dalam kenyataannya untuk melakukan kegiatan jurnalistik.


Sempat muncul desakan agar Imigrasi mendeportasi kedua jurnalis asing itu. Namun, Imigrasi memilih penegakan hukum atau pro justitia. Alasannya adalah kedua jurnalis asing itu dianggap mengancam keamanan negara.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya