Sumber :
- VIVAnews/Tri Saputro
VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan tidak akan mengeluarkan rekomendasi pembebasan bersyarat (PB) terhadap terpidana kasus suap terhadap Komisioner KPK, Sebab, adik kandung itu tidak memenuhi persyaratan penerimaan PB.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, Jumat 19 September 2014.
Baca Juga :
Netizen Soroti Ekspresi Ibu Chandrika Chika Usai Putrinya Ditangkap Narkoba: Bahagia Banget
"Anggodo dihukum dengan penggunaan pasal obstruction of justice atau Pasal 21 UU Tipikor. Ia terbukti menghalangi proses penyidikan, sehingga tidak akan mungkin dia memenuhi syarat untuk memperoleh remisi. Karena faktanya tidak pernah ikut membongkar kejahatan yang dilakukannya sendiri atau orang lain," kata Bambang kepada VIVAnews.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, Pasal 43A ayat (1) huruf a PP 99/2012 menyebut bahwa terpidana harus bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya. Dalam konteks itu, kata dia, tidak memenuhi pasal di atas.
"Tidak pernah ada permohonan Justice Collaborator dari Anggodo, sehingga dapat dipastikan KPK tidak akan mungkin mengeluarkan PB untuk kepentingan Anggodo," tegasnya.
Bambang tak menampik bahwa ada surat dari Dirjen Lapas yang memohon tanggapan KPK dengan merujuk penggunaan PP No. 99/2012 sebagai dasar untuk meminta PB yang baru diterima KPK pada 2 September 2014.
Menurut dia, jika diasumsikan Surat Edaran No.M.HH-04.PK.01.05.06 tahun 2013 merujuk pada PP No. 28 tahun 2006, khususnya Pasal 43 ayat (5) yang mensyaratkan bahwa, "Pemberian PB harus memperhatikan kepentingan .... Dan rasa keadilan masyarakat".
"Dengan demikian, PB yang didasarkan atas PP No. 28/2006 di atas harus batal demi hukum karena tidak memperhatikan rasa keadilan masyarakat. Surat Edaran No.M.HH-04.PK.01.05.06 tahun 2013 tak boleh bertentangan dengan PP No. 99 tahun 2012 atau ditafsirkan secara tidak lengkap," terangnya.
Dalam Pasal 54A PP No. 99/2012, lanjut Bambang, dinyatakan PP sebelumnya (PP 28/2006) masih berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru. Faktanya Pasal 34A PP 2006 diganti dengan Pasal 34A PP 99/2012 yang substansinya berbeda. Substansi pasal dimaksud di atas menjelaskan bahwa pemberian remisi harus bersedia bekerja sama dengan penegak hukum.
"Sehingga, dengan demikian remisinya harus bekerja, apalagi PB-nya," kata dia.
Kemenkumham teliti PB Anggodo
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia belum tentu mengabulkan rekomendasi Pembebasan Bersyarat yang diterima oleh narapidana kasus korupsi.
Hal ini dikarenakan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham masih harus melakukan penelitian terhadap pemberian remisi "sakit berkepanjangan" yang diterima oleh Anggodo.
"Dirjen Pemasyarakatan memandang perlu untuk melakukan penelitian secara mendalam. Kami harus meyakini bahwa yang bersangkutan benar-benar masuk dalam kategori 'menderita sakit berkepanjangan'," ujar Direktur Infokom Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham RI, Ibnu Chuldun, di kantornya di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis 18 September 2014.
Dijelaskan oleh Ibnu, berdasarkan hasil diagnosa dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Anggodo menderita penyakit "angina equivocal DM tipe 2". Sementara itu, berdasarkan diagnosa neurologi FK UI, Anggodo menderita "dizziness, cervical spur, HNP Lumbal dan TB dengan infeksi paru-paru sekunder".
Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham merasa perlu untuk melakukan penelitian terhadap diagnosa-diagnosa itu guna menentukan apakah penyakit yang diderita oleh Anggodo tersebut adalah suatu penyakit berkepanjangan.
Ibnu menjelaskan, suatu penyakit disebut sebagai penyakit yang berkepanjangan apabila penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan, penderitanya sedang berada dalam perawatan ahli spesialis, dan penyakit itu mengancam jiwa penderitanya.
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Tidak pernah ada permohonan Justice Collaborator dari Anggodo, sehingga dapat dipastikan KPK tidak akan mungkin mengeluarkan PB untuk kepentingan Anggodo," tegasnya.