- VIVAnews/Erick Tanjung
VIVAnews - Memanjangkan kuping telinga merupakan tradisi unik masyarakat suku dayak di Kalimantan. Kuping panjang itu menjadi identitas bagi mereka yang sudah menjadi turun temurun sejak dulu.
Namun, tradisi itu kini makin terkikis seiring perkembangan zaman. Saat ini yang memiliki daun telinga panjang itu hanya kalangan tua.
Uwe Pepiu, begitu ia akrab disapa, adalah salah satu orang dayak kenyah berkuping panjang yang tersisa. Perempuan berusia 70 tahun itu tinggal di pedalaman sungai Mahakam, bumi Borneo. Dia masih menjaga tradisi leluhurnya dengan memakai anting dari kuningan yang membuat telinganya panjang.
Saat ditemui VIVAnews beberapa waktu lalu di Kampung Datah Bilang, Kecamatan Long Hubung, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Uwe Pepiu bersama suaminya, Pebayaq, tengah mengasuh cucu. Suaminya pun memiliki daun telinga yang panjang.
Kedua tangan dan kakinya dipenuhi tato bercorak garis batik yang menunjukkan identitasnya sebagai orang dayak kenyah. Anting terbuat dari kuningan yang menggantung ditelinga Uwe tampak berat, sehingga menarik daun telingannya.
Uwe Pepiu mengaku kuping panjang itu merupakan warisan tradisi leluhurnya. Telinganya ditindik dan dipasangi anting sejak berusia satu tahun oleh neneknya. Kemudian setiap tahun pada lubang daun telinganya ditambah anting berupa ring yang terbuat dari kuningan yang membuat telingan semakin panjang.
Ia berasal dari kalangan bangsawan, sedangkan warga biasa hanya memakai mengenakan anting dari logam.
"Kalau gambar (tato) ini dibikin saat saya berusia 5 tahun. Ini tradisi keluarga kami," kata perempuan yang memiliki 12 anak itu.
Anak bungsu Uwe Pepiu, Mamaharti, mengamini bahwa orang berkuping panjang kian langka di kampungnya. Tersisa hanya kedua orangtuanya dan satu orang tua yang telah sepuh.
Generasi muda, kata dia, sudah tidak mempraktikkan tradisi tersebut. "Saya bersaudara tidak menggunakan itu (kuping panjang), itu hanya orang-orang dulu," tuturnya. (ita)