Melongok Omah Munir, Museum Melawan Lupa Pelanggaran HAM

Sepasang sepatu milik mendiang Munir.
Sumber :
  • Dyah Ayu Pitaloka/Malang
VIVAnews
Rumah Dekat Asrama Brimob di Slipi Dilahap Si Jago Merah, 17 Mobil Pemadam Dikerahkan
- Rumah di jalan Bukit Berbunga Nomor 2 RT 04 RW 07, Sidomulyo, Kota Batu, Jawa Timur, itu sederhana dan hijau. Ada taman mungil lengkap dengan pohon palem raksasa di halaman depan.

TNI Pasti Profesional Tangani Kasus Oknum Diduga Aniaya Anggota KKB Papua

Di dalam rumah itu tersebar memorabilia tentang Munir serta kasus yang sempat diperjuangkan Munir sebelum terbunuh di atas pesawat terbang pada 7 September 2004. Rumah yang penuh dengan semangat dan informasi, bukan kesedihan dan duka tentang Munir.
Jokowi Enggak Bahas Pemerintahan Prabowo saat Buka Puasa Bersama Menteri di Istana


“Lewat Omah Munir ini kita melawan lupa bahwa ada banyak kasus yang belum terselesaikan,” kata Suciwati, istri mendiang Munir Said Thalib, Minggu, 7 September 2014.

Berbagai poster tentang pelanggaran HAM dan upaya pencarian keadilan di Indonesia memenuhi dinding rumah seluas 250 meter persegi itu. Saat ini seluruh persoalan adalah kasus yang sempat ditangani Munir dalam kurun waktu 1990 hingga 2004, tahun dia terbunuh. Seperti advokasi tuduhan upaya pemberontakan Fernando Araujo di Timur Timur tahun 1992, kasus pembunuhan tiga petani Nipah Madura tahun 1993, pembunuhan aktivis buruh wanita Marsinah tahun 1994, dan tentang upaya Munir memperjuangkan keadilan terhadap puluhan korban penculikan Tim Mawar lewat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sejak tahun 1998.


Nama-nama tokoh populer seperti Prabowo Subianto pun tersebut di dalam poster itu, sebagai pihak yang berseberangan dengan Munir.


Suciwati berharap, rumah tinggal keluarganya itu bisa menjadi tempat lahirnya berbagai gagasan dan ide baru untuk lebih baik sekaligus upaya melawan lupa terhadap berbagai kasus yang tidak terselesaikan. Tempat berkumpulnya berbagai informasi dan data tentang pelanggaran HAM di Indonesia, serta berbagai upaya advokasi yang menyertainya.


Nyaris setahun kini Omah Munir berdiri sejak diresmikan pada 8 Desember 2013, tanggal yang sama dengan kelahiran Munir, 49 tahun lalu. "Omah" adalah bahasa Jawa yang berarti rumah. Dibangun dengan dana awal sekitar Rp300 juta, kini Omah Munir telah memiliki perpustakaan yang berisi ribuan buku sumbangan. Buku yang ada pun beragam, mulai dari buku pedoman populer milik Karl Marx Das Kapital, hingga buku tentang tuntunan salat yang benar.


Di dalamnya, selain membaca buku, muncul berbagai diskusi hangat tentang sosial dan politik atau pun budaya setiap satu bulan sekali. Berbagai organisasi pemuda di Batu atau pun kota lain rutin bertukar ide dan pikiran di Omah Munir. Selain membaca buku gratis, juga disediakan jaringan internet nirkabel yang bisa diakses siapa pun.


“Jadi ada tempat berkumpul yang bermanfaat, saya bisa banyak tahu tentang situasi dan kondisi sosial Indonesia saat ini lewat berbagai pandangan berbeda,” kata Siho Mulyanto, seorang pegiat di Omah Munir.


Di Omah Munir, tempat lahir anak kedua Munir, Diva Suukyi Larasati, pada Juli 2002 silam, kini peringatan 10 tahun kematian Munir untuk pertama kalinya berlangsung. Banyak dukungan yang ditunjukkan seniman papan atas Indonesia untuk memperingati kematian Munir. Nama budayawan besar seperti Butet Kertarejasa, komikus populer Ernest Praksa dan Ari Kriting, solois Glen Fredly dan sineas Indonesia Riri Riza, Mira Lesmana dan Nia Dinata, adalah sederet selebritas yang merelakan waktu dan bakatnya untuk perjuangan HAM, lewat Omah Munir. Nama lain seperti Melanie Subono juga disebut akan ikut hadir di Batu.


“Pro bono, tak ada yang mau dibayar. Mereka bahkan membeli tiket perjalanan sendiri untuk tampil dari petang hingga dini hari nanti (Minggu, 7 September 2014),” kata Abi, Koordinator Omah Munir.


Di Omah Munir mereka berkumpul, menyuarakan keadilan yang masih terbungkam. Pada usia 39 tahun, Munir Said Thalib terbunuh, satu dekade lalu. Pria kelahiran Batu 8 Desember 1965 itu diracun arsenik dalam perjalanan menuju Amsterdam Belanda di atas pesawat Garuda GA 974. Tepat di langit Rumania, Munir menghembuskan nafas terakhir.


Dua periode pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak pernah tuntas menyeret dalang di balik terbunuhnya Munir. Suciwati berharap banyak pada kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Meski ketika kabinet ini terkadang berubah haluan di tengah jalan.


“Saya kecewa dengan pernyataan Jusuf Kalla tentang kasus Munir yang dianggap sudah selesai. Pelanggaran HAM bukanlah komoditi politik. Apa pun yang terjadi, kami tidak akan berhenti mencari keadilan,” kata Suciwati.


Api semangat perjuangan itu akan dijaga tetap berkobar dan nyalanya semakin terang di sana. Meski meja kerja milik Munir di pojok ruangan Omah Munir itu kini tak bertuan. Walau sepatu kets mungil berwarna cokelat milik Munir itu tak lagi bisa dibawa berlari.


“Munir ada dan berlipat ganda, akan lahir banyak Munir baru selama semangatnya tetap menyala,” kata Lutfi J Kurniawan, rekan Munir dan pendiri Malang Corruption Watch.


Dyah Ayu Pitaloka/Malang
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya