KPK Usul Bentuk Komisi Nasional untuk Revisi KUHP

Laporan Akhir Tahun KPK 2012
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews
Soal Anggapan Raja Penalti Liga 1, Begini Pembelaan Arema FC
- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, mengusulkan pembentukan komisi nasional untuk merevisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Komisi itu bakal diisi unsur masyarakat, termasuk praktisi dan akademisi lintas dispilin ilmu.

Terkuak, Ada Perjanjian Pisah Harta Harvey Moeis dan Sandra Dewi

Menurut Bambang, Belanda pernah melakukan revisi serupa. Negara itu mengambil kode final dari Prancis dan memodifikasinya agar bisa diterapkan di negara mereka. Saat itu, Belanda membentuk komisi nasional yang bertugas membahas secara komprehensif rancangan usulan revisi Undang-Undang KUHP.
Praz Teguh Nilai Wanita dari Mata Kaki, Reaksi Netizen Pro Kontra


Metode yang digunakan Belanda, menurut Bambang, memang membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni 70 tahun. Namun, semua kepentingan bisa dirumuskan dalam proses pembuatan UU.


"Belajar dari situ, apakah kita tidak sebaiknya membuat komisi nasional untuk perubahan itu," kata Bambang seusai acara diskusi buku bertajuk Anotasi KUHP di kampus Universitas Katolik Parahyangan, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa, 2 September 2014.


Buku Anotasi KUHP itu merupakan hasil kajian KPK bersama Universitas Katolik Parahyangan serta akademisi dan praktisi hukum lainnya. Buku berisi kajian delik korupsi pada Rancangan UU KUHP yang tengah dibahas di DPR. Buku itu juga memaparkan masukan aktivis dan lembaga swadaya masyarakat yang dirangkum dari berbagai seminar dan diskusi publik.


Pembentukan komisi nasional Revisi UU KUHP bakal memperlama proses ketuk palu menjadi UU KUHAP. Namun, menurut Bambang, itu adalah konsekuensi logis dari buah yang jauh lebih manis, yakni tertampungnya seluruh aspirasi masyarakat.


"Kalau
belonging
-nya ada di masyarakat, DPR akan mulus. DPR jadi dicintai karena mewakili kepentingan masyarakat," jelasnya.


Rancangan UU KUHP yang diserahkan Presiden RI kepada DPR pada Desember 2012 bakal menimbulkan konsekuensi pada sistem, metode dan perangkat penegakan hukum. Rancangan UU itu berpotensi menghilangkan sifat khusus dari tindak pidana korupsi dari
extraordinary crime
(kejahatan luar biasa) menjadi kejahatan biasa. Bukan hanya tindak pidana korupsi, kejahatan hak asasi manusia dan kejahatan khusus lainnya juga bakal dianggap sebagai kejahatan biasa.


Konsekuensi dari sistem saat ini, banyak komisi baru yang tumbuh. UU Antikorupsi melahirkan KPK. Ada pula Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Namun, kata Bambang, itu merupakan bagian dari trias politica.


"Kalau komisi
gini
, dulu ajarannya
trias politica
, ternyata faktanya tidak habis oleh
trias politica.
Itu faktor sosiologis. Enggak ada Komnas Ham sebenarnya. Ada KPU, Komnas HAM, KPK, dan itu sudah dilakukan di Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina dan Thailand," kata Bambang.


Ari Syahril Ramadhan/Bandung
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya