Pengamat: Pembiayaan Infrastruktur Bisa Bikin Jokowi-JK Dilema

Jokowi-JK-Bertemu-Petinggi-Partai
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna
VIVAnews
Arema FC Langsung Tatap Laga Lawan PSS 
- Pengamat Transportasi Danang Parikesit mengatakan, kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus dioptimalkan. Tujuannya, guna mengatasi masalah pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi publik.

Sentil Gugatan Paslon 01 dan 03 di MK, Qodari Soroti 2 Hal Ini

Dia menjelaskan, kebutuhan untuk tumbuh dan mandiri secara ekonomi membutuhkan peningkatan investasi sekitar 10-15 persen dari tingkat saat ini. Hal itu dapat membuat pemerintahan baru nanti yang dipimpin Joko Widodo (Jokowi) serta Jusuf Kalla (JK) dilema. Apalagi bila terkait dengan pembiayaan infrastruktur, termasuk infrastruktur transportasi publik.
Kunjungan ke Luar Negeri, Prabowo Subianto Akan ke China dan Bertemu Xi Jinping


"Padahal, RAPBN 2015 sangat terbatas. Beban subsidi  BBM dan listrik besar, sementara postur APBN tidak memiliki pemihakan pada visi misi pembangunan nasional," ujar Danang di Jakarta, Senin, 1 September 2014.


Namun hal itu, kata dia dapat diatasi dengan mengembalikan "fungsi" BUMN sebagai agen pembangunan strategis. Danang menilai, BUMN masih memiliki kapasitas investasi sebesar Rp100 triliun.


Jumlah sebesar itu dapat memenuhi kebutuhan pembangunan dan perbaikan pelabuhan besar, seperti yang digagas Jokowi. Selain itu juga dapat menggerakkan pembangunan jaringan kereta api antar kota baru, maupun menjalankan program-program perkotaan.


Oleh karena itu, skema penugasan seperti ini, kata Danang, memerlukan orientasi baru dalam menilai keberhasilan BUMN infrastruktur, serta memberikan peran pada swasta untuk investasi infrastruktur.


Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini juga melihat masih ada beberapa jalan yang dibangun di tempat yang tak dibutuhkan. Pelabuhan yang sudah kokoh berdiri, minim kapal bersandar.


"Begitu juga dengan pembangunan waduk dan tidak dimanfaatkan. Hal ini kemungkinan dapat menunjukkan adanya
mark up
maupun korupsi belanja publik," ucap dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya