Tangkap Florence, Polda DIY Dianggap Berlebihan

Florence Sihombing
Sumber :
  • VIVAnews
VIVAnews
Ditanya Kontrak STY, Erick Thohir Sebut Sepakbola Indonesia di Jalur yang Tepat
- Kicauan Florence Sihombing di media sosial Path pada 27 Agustus 2014 lalu yang dianggap menghina Yogyakarta berbuntut panjang. Mahasiswi pascasarjana Fakultas Hukum UGM itu dilaporkan ke polisi kemudian resmi ditahan di Ditreskrimsus Polda DIY dan ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu, 30 Agustus 2014 sore.

YouTube Luncurkan sebuah Serial Dokumenter 5 bagian berjudul “Seribu Kartini”

Penahanan yang dilakukan penyidik Polda DIY kepada mahasiswi itu dinilai berlebihan oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Kontras, ICJR, elsam, YLBHI, LBH Jakarta, LBH pers, ICT Watch, Safenet, PSHK, Leip dan Pil-Net. Padahal Florence sendiri juga telah menyampaikan permintaan maaf.
Mudik Lebaran 2024 Dinilai Beri Dampak Positif untuk Perekonomian Indonesia


"Memang tidak bisa dipungkiri perkataan Florence cukup menyakiti banyak pihak. Tetapi yang bersangkutan sudah mengklarifikasi dan meminta maaf dengan segera," jelas Alex dari Kontras kepada VIVAnews, Minggu, 31 Agustus 2014.


Ia juga mengatakan bahwa saat ini pihaknya akan mengusahakan agar Florence bisa dibebaskan dengan menempuh jalan damai.


"Seharusnya pihak kepolisian mengedepankan upaya damai antara pihak pelapor dengan Florence Sihombing," kata Alex.


Seperti yang telah diketahui Florence Sihombing dilaporkan ke polisi karena telah mengunggah status yang dianggap menghina warga Jogja di akun pribadinya di Path. Ia dijerat dengan pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


Wanita berusia 26 tahun itu kemudian resmi ditahan di Ditreskrimsus Polda DIY dan ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu, 30 Agustus 2014 sore. Pasal yang dikenakan yakni 27 ayat 3 jo pasal 45 ayat 1, pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008. Sementara untuk KUHP Pasal 310 KUHP dan atau Pasal 311 KUHP.


Menurut siaran pers yang diterima VIVAnews, penahanan Florence Sihombing ini dilakukan saat Florence Sihombing datang ke Polda DIY untuk memenuhi undangan klarifikasi, tetapi acara klarifikasi itu malah menjadi proses penyidikan dan pembuatan BAP saksi dan tersangka.


Walaupun Florence dan pengacara memutuskan untuk tidak menandatangani BAP tersangka yang disodorkan oleh penyidik Polda DIY, Florence langsung dikenakan tahanan Polda.


"Kami menilai tindakan Polda DIY terlalu berlebihan mengingat Florence Sihombing telah mengeluarkan permintaan maaf secara terbuka melalui akun pribadi media sosial miliknya setelah sebelumnya mendapat kecaman keras dari berbagai pihak," katanya dalam rilis tersebut.


Dikatakan juga bahwa Koalisi masyarakat sipil menilai bahwa penahanan yang dilakukan kepada Florence bertentangan dengan KUHAP dan prosedur penahanan berdasarkan UU ITE.


Penahanan, yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) jo, pasal 21 KUHAP, pada dasarnya dilakukan untuk kepentingan penyidikan dengan syarat terhadap seseorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup. Penahanan itu juga bisa dilakukan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran kemungkinan terdakwa untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menghilangkan barang bukti.


"Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 5 tahun. Sedangkan penahanan terhadap Florence, hanyalah berdasarkan alasan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun dan polisi mengabaikan tiadanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran kemungkinan tersangka untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menghilangkan barang bukti," ujar nya.


Untuk kasus seperti penghinaan, menurut mereka, sudah ada itikad baik dari Florence untuk meminta maaf dan memenuhi panggilan polisi dan memberikan keterangan. Maka seharusnya tidak ada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran untuk dilakukannya penahanaan karena latar belakang, kasus posisi dan keberadaan Florence jelas.


"Dengan tidak ada indikator kekhawatiran yang jelas dari Kepolisian, penahanan harusnya tidak perlu dilakukan," katanya.


Untuk kasus Florence yang dijerat dengan UU ITE, papar mereka, maka perlu dicatat bahwa berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE, dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya