Kisah Anak Petani Kebumen Yang Lulus di UI

Agie Ramadhan, lulusan UI
Sumber :
  • Zahrul (Depok) / VIVAnews

VIVAnews - Impiannya untuk meraih gelar sarjana di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia terjawab sudah. Berangkat dari keluarga yang kurang mampu, nyatanya tak menyurutkan semangat gadis ini untuk menantang kerasnya ibu kota.

Wahyu Wijayanti, gadis usia 21 tahun asal Desa Jatimalang, Rt 01 Rw 02, Kecamatan Klirong, Kebumen, Jawa Tengah dinyatakan lulus usai menempuh pendidikan tinggi di Unversitas Indonesia (UI), Depok.

Dengan IPK 3,5 mahasiswi angkatan 2010 jurusan Fakultas Ilmu Keperawatan ini akhirnya resmi diwisuda bersama ribuan mahasiswa lainnya di Balairung UI Depok, Jumat 29 Agustus 2014.

Langkah panjang dalam menggapai mimpi bagi putri pertama dari empat bersaudara pasangan Yamadi 69 tahun (ayah) dan Surip 70 tahun (ibu) itu tidaklah seindah mahasiswa kebanyakan. Maklum saja, pasalnya sang ayah hanya berprofesi sebagai buruh serabutan yang penghasilannya tak lebih dari Rp600 ribu per bulan. Sedangkan ibunya, hanyalah ibu rumah tangga.

Biaya hidup selama menempuh pendidikan di UI Depok tentu saja membutuhkan biaya mahal lantaran ia harus tinggal di kosan. Belum lagi, sang ayah harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga dan tiga adiknya yang masih kecil.

Beruntung, gadis yang pandai mengaji ini mendapatkan bantuan khusus dari beasiswa Bidikmisi yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan. Hanya inilah satu-satunya cara bagi Wijayanti meringkan beban orangtua.

Dengan beasiswa sebesar Rp 3,5 juta per bulan, ia harus mengatur pengeluaran sehemat mungkin. Untuk biaya kos misalnya, ia harus menyiapkan bajet sekitar Rp 500 ribu perbulan. Belum lagi makan, transportasi, dan kebutuhan lainnya. Bahkan sang ayah terpaksa menggadaikan sawah di kampungnya untuk mencukupi kebutuhan hidup selama mengenyam pendidikan di UI.

"Aku bisa masuk sini (UI) ikut ujian SIMAK. Aku lulus dari SMAN 1 Kebumen. Aku hanya bisa berdoa dan ikhtiar, alhamdulillah bisa diterima dan lulus di perguruan ini. Bapakku hanya buruh serabutan yang kadang harus ke sawah. Bapak pekerja keras banget, aku merubah kehidupan keluarga menjadi lebih baik," tutur gadis berkerudung ini dengan mata berkaca-kaca.

Rencananya, setelah lulus dari sini Wijayanti ingin melanjutkan pendidikan-nya ke kejuruan. Selain ingin merubah perkonomian keluarga, gadis yang memiliki lesung pipi ini juga ingin merubah gaya hidup sehat di kampungnya. Sebab ia menilai, di dusunnya itu tingkat kesadaran kesehatan masih sangat rendah.

"Iya di kampungku orang-orangnya masih cuek dengan kesehatan. Jika sakit mereka hanya menggunakan jamu tradisional dan yang bahayanya masih suka mengkonsumsi sembarang obat. Tingkat kesadaran akan kesehatan masih sangat rendah," ujarnya.

Selain ingin berperan aktif dalam segi kesehatan di kampungnya, Wijayanti juga memiliki niat yang tulus. Ia rupanya ingin sekali bisa dikirim ke daerah terpencil.

"Aku ingin ilmu yang aku dapat bisa dinikmati semua orang, khususnya mereka yang kurang mampu. Dan jika dikasih kesempatan, aku lebih memilih ke pelosok, biar lebih ada tantangannya," pungkasnya sambil tersenyum.

Cari uang tambahan

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Tak hanya Wijayanti, nasib yang nyaris serupa lantaran berasal dari kalangan kurang mampu juga dialami Agie Ramadhan, pemuda 22 tahun asal Ciawi, Ciherang Jawa Barat. Namun hal itu tak mematahkan semangatnya untuk membungkam keangkuhan kota metropolitan.

Dengan IPK 31,6, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Aceng Sudrajat dan Sumiati ini akhirnya juga resmi menjadi sarjana dari Fakultas MIPA UI setelah di wisuda Jumat siang.

Bukan hal mudah bagi Agie untuk bisa diterima dan lulus dengan nilai tinggi di kampus ini. Terlebih, sang ayah yang telah tiada memaksanya untuk ikut mengeluarkan keringat selama mengenyam pendidikan di UI. Meski mendapat bantuan beasiswa dari Bidikmisi Kementerian Pendidikan sebesar Rp 3,5 juta, rupanya ia tidak ingin berpangku tangan begitu saja.

Maklum, selama tinggal dirantau, Egie harus membayar sewa kamar kos sekitar Rp 400 ribu dan kebutuhan hidup sehari-hari. Sedangkan uang beasiswa yang dikirim tiap semester hanya ia gunakan untuk kebutuhan akademik. Ibu Egie yang hanya seorang ibu rumah tangga jelas tak sanggup jika harus memikirkan kebutuhannya selama menjadi mahasiswa.

Berbeda dengan Wijayanti, Agie rupanya punya cara tersendiri dalam menyiasati minimnya keuangan. Ia memilih mencari tambahan dengan membuka les privat untuk mereka yang duduk di bangku SMP dan SMA. Cara ini dirasakan Agie cukup ampuh untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

"Pusing sih iya, cuma pintar-pintar kita ngatur uangnya saja. Saya gunakan skala prioritas, ya yang mendesak harus didahulukan. Saya sempat ya beberapa kali terpaksa harus pinjam ke teman atau saudara karena kebutuhan. Beasiswa ada, tapi saya gunakan untuk pendidikan dan kebutuhan selama jadi mahasiswa saja," ucapnya pada VIVAnews.

Setelah akhirnya lulus, Agie memiliki impian untuk bergabung di sebuah perusahaan ONS Company. Ia bertekad untuk merubah perekonomian keluarga dengan menggantung impiannya di perusahaan tersebut.

UI melakukan upacara wisudawan dengan total 2.944 lulusan. Dalam sambutannya, Rektor UI Muhammad Anis memberikan apresiasi kepada para wisudawan yang berhasil menyelesaikan studinya di UI.

Dalam pidatonya, ia pun mengajak para alumni untuk memperkuat nama UI dengan berkontribusi membangun peradaban Indonesia dan dunia yang lebih baik.

"Kalian harus siap menghadapi era internasionalisasi dan globalisasi melalui bidang keilmuannya masing-masing, terutama dalam menghadapi masyarakat ekonomi asean di tahun 2015 nanti. Dan akhirnya, saya ucapkan selamat untuk para wisudawan," demikian Anis. (ita)

Mahfud MD

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Mahfud MD, buka-bukaan mengenai langkah politik dia selanjutnya, usai pelaksanaan dari Pilpres 2024. Mengingat mantan Menkopolhukam RI tersebut bukan kader partai politik

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024