Sidang Anas, Saksi Ahli Sebut Terima Mobil Termasuk Gratifikasi

Anas Urbaningrum Kembali Jalani Sidang Lanjutan di Pengadian Tipikor
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin
VIVAnews - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 28 Agustus 2014. Jaksa Penuntut Umum menghadirkan saksi ahli untuk didengarkan keterangannya.
Heboh Ibu di Maros Aniaya Bayinya Sambil Direkam, Diduga Kesal karena Suami Pergi

Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Ahli hukum pidana dari Universitas Gajah Mada, Profesor Edward Omar Sharif Hiariej. Dalam keterangannya, Edward menjelaskan bahwa pemberian fasilitas berupa mobil kepada penyelenggara negara, dapat digolongkan pemberian hadiah.
Ten Hag Ungkap Pemain Ini Bakal Bawa Kesuksesan untuk MU

Penerimaan hadiah tersebut, bisa digolongkan sebagai tindak pidana, jika dimaksudkan penyelenggara negara tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewenangannya.
Gelar RUPST, PT Federal International Finance Angkat Siswadi Jadi Presdir Baru

"Karena memang dalam perkembangan hukum pidana, menerima fasilitas tentunya bersifat nilai ekonomis, termasuk menerima hadiah," kata Edward.

Dia menambahkan, seorang penyelenggara negara termasuk anggota DPR yang sudah terpilih tapi belum dilantik, dapat dijerat dengan delik pidana apabila menerima hadiah yang berkaitan dengan kewenangannya. Karena, meski belum dilantik, kualitasnya sama dengan anggota DPR yang sudah dilantik.

Sementara, Saksi Ahli Hukum lain dari Universitas Gajah Mada, Profesor Siti Ismijadi, berpendapat, seorang anggota DPR dapat disebut menerima hadiah atau janji, meski melalui orang lain yang kemudian dipakai untuk kepentingannya.

"Kalau dia mendapatkan manfaat, dia bisa dibilang menerima. Dia diberi hibah, tidak diterima sendiri, tetapi digunakan untuk pemanfaatan penerima tersebut bisa dikatakan dia yang menerima," kata Ismijati.

Mantan Anggota Komisi X DPR RI periode 2009-2014, Anas Urbaningrum, didakwa menerima gratifikasi dari proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta proyek-proyek lainnya yang bersumber dari APBN.

Dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum KPK yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat 30 Mei 2014, Anas dituduh menerima uang sebesar Rp116 miliar dan US$5.261.070.

Berikut rinciannya:

Pertama, Anas diduga menerima uang sebesar Rp2.10.000.000 dari PT Adhi Karya untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum di kongres Partai Demokrat tahun 2010.

Kedua, Anas diduga menerima uang dari Permai Grup sebesar Rp84.515.650.000 dan US$36.070 untuk keperluan persiapan pencalonan ketua umum partai Demokrat.

Ketiga, Anas diduga menerima uang dari Permai Grup sebesar Rp30.000.000.000 dan US$5.225.000 untuk keperluan pelaksanaan pemilihan ketua umum Partai Demokrat.

Keempat, pada tanggal 12 November 2009, Anas diduga menerima satu unit mobil Toyota Harrier seharga Rp670.000.000 dari petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus M Noor.

Kelima, Anas diduga menerima fasilitas terkait pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat dari PT Lingkaran Surve Indonesia (LSI) sejumlah Rp478.632.230. Dengan pertimbangan jika Anas terpilih sebagai ketua umum Demokrat, maka semua proyek survei politik terhadap calon kepala daerah dari Partai Demokrat akan diserahkan kepada LSI.

Keenam, Anas juga diduga menerima satu unit mobil Toyota Vellfire senilai Rp735.000.000 dari PT Atrindo Internasional.

"Maka jika dijumlahkan secara keseluruhan Anas menerima hadiah sejumlah Rp116.525.650.000 dan US$5.261.070," kata Jaksa Yudi Kristiana di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya