KPK: Ada Upaya Hambat Pemberantasan Korupsi di DPR

Ilustrasi: Suasana Rapat Paripurna DPR RI
Sumber :

VIVAnews - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menyayangkan media dan kelompok masyarakat yang tak mengawasi proses pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di DPR. Sebab, kata dia, ada indikasi para wakil rakyat berlindung dalam UU agar tak mudah tersentuh hukum.

Terpopuler: Alasan Heerenveen Lepas Nathan Tjoe-A-On, Calon Kiper Timnas Indonesia Sabet Scudetto

Bambang menilai, indikasi itu sudah tercermin dalam pengesahan revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). "Bagaimana posisi wakil rakyat memiliki hak imunitas. Jika ingin diperiksa, ada aturan yang tidak sama di depan hukum,” kata Bambang dalam diskusi publik bertajuk Prospek Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Pasca-Pemilu 2014 di Yogyakarta, Rabu, 20 Agustus 2014.

Bambang juga menyesalkan RKUHP yang masih merujuk pada buku terbitan abad 17. Sementara, buku terbitan di atas tahun 2005 yang jadi rujukan RKUHP, tidak lebih sepuluh buku.

“Mereka juga banyak menggunakan bahan dari hasil studi kunjungan. Jika itu yang dipakai, bisa saja tidak sesuai dengan kondisi sosial dan politik kita, sangat berisiko,” katanya.

Jangan tergesa-gesa

Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Eddy OS Hiarej, pembahasan RKUHP seharusnya tidak perlu tergesa-gesa. Sebab, pembuat UU tidak boleh gegabah dalam membahas sedikitnya 700 pasal pada KUHP. Pembahasan RKUHP, kata dia, butuh sikap kenegarawanan, kompetensi ahli hukum yang mumpuni, serta tidak terlibat dalam kepentingan politik.

“Belanda saja mengubah aturan hukum mereka butuh waktu sekitar tujuh puluh tahun tahun. Saya pesimis parlemen bisa hasilkan KUHP yang ideal,” katanya.

Menurut Eddy, kitab hukum pidana Indonesia merupakan hasil peninggalan dari pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Sementara, Belanda waktu itu mengadopsi dari hukum Prancis. Sementara hukum pidana Prancis berkibat dari hukum Romawi.

Karena itu, Eddy mengusulkan agar pembahasan ini sebaiknya tidak dilakukan oleh anggota parlemen, namun sebuah komisi khusus yang berisi para pakar. Jika tidak, hal yang terjadi bukan substansi yang dibahas melainkan kegiatan transaksional, seperti jual-beli pasal.

Eddy bahkan mengingatkan, tidak menutup kemungkinan pembahasan RKUHP itu juga bisa mengarah pada kegiatan transaksional yang berindikasi pada tindak pidana korupsi. “Yang terjadi di Indonesia selama ini, korupsi dimulai dari saat pembentukan sebuah undang-undang.” (ita)

Keren Banget, Sherina Main Teater Musikal Bareng Anak-Anak Sekolah
Foto: Istimewa

Cerita Perjuangan TikTokers Sasya Livisya, Sering Dapat Hate Comment karena Penampilannya

Setelah melalui berbagai proses yang panjang, Sasya Livisya menyampaikan pentingnya hate comment dalam setiap konten yang diposting di sosial media.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024