Sumber :
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin punya alasan tersendiri kenapa Kementerian Agama perlu mengkaji apakah Baha'i secara konstitusi bisa diakui sebagai agama di Indonesia atau tidak.
Baca Juga :
Batalkan Aksi Relawan Turun ke Jalan Jelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Prabowo Tuai Pujian
Ia berpatokan pada pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 yang ayat 2-nya menyebutkan, bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Menurut Menag, dalam konstitusi memang hanya enam agama yang diakui di Indonesia, yakni Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Padahal kenyataan di masyarakat, banyak warga Indonesia yang juga memiliki keyakinan lain di luar enam agama itu, seperti Baha'i dan taoisme. Penganut agama di luar enam ini dibiarkan keberadaannya sepanjang tidak melanggar UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
Karena itu selayaknya agama-agama ini juga mendapat pelayanan yang sama dari negara seperti enam agama lainnya. "Menteri Agama perlu masukan untuk mengakui (secara konstitusi) Baha'i sebagai agama atau tidak, karena ini bukan agama baru tapi sudah berkembang sejak abad 17," kata Menag Lukman Hakim di sela buka puasa bersama di kediamannya, Jumat 25 Juli 2014.
Diakui Menag saat ini memang banyak pendapat yang berkembang, bahwa agama adalah urusan individu dengan Tuhan-nya. Namun, kata dia, ketika hal itu sudah masuk ranah negara, tentu sudah menjadi urusan negara.
"Pemerintah perlu melindungi umat beragama sesuai agama yang diyakininya. Maka pada saat itu, negara perlu legalitas untuk menyatakan ini agama atau bukan. Jangan-jangan hanya paguyuban atau sekumpulan orang-orang saja. Masalah-masalah ini yang sedang dikaji untuk dicari jalan keluarnya agar tidak ada lagi diskriminatif," kata dia.
Sebab perlindungan bagi umat beragama, kata dia lagi, merupakan amanah konstitusi. Namun kajian yang dilakukan saat ini masih belum terlalu detil. Karena pertemuan dengan sejumlah tokoh agama baru dilakukan satu kali.
Ajaran Sesat?
Ditanya soal sikap MUI pada 2009 lalu yang menyatakan Baha'i sesat karena menjalankan ritual yang tidak biasa, Menag mengatakan, belum mendalami sikap MUI ini. Karena masih mengkaji agama yang pertama kali berkembang di Iran itu.
"Tanya ahli agama kalau soal itu. Saya sebagai Menag hanya tunduk dan menjalani UU. Dari kajian Baha'i itu memang bukan aliran tapi agama tersendiri. Ini berbeda dengan Syiah dan Sunni yang merupakan bagian dari Islam," kata dia.
Di Indonesia, Menag menambahkan, pemeluk agama ini cukup banyak. Di Banyuwangi tercatat ada 200-an orang penganutnya, di Jakarta sekitar 100 orang, Medan 100 orang dan beberapa wilayah lainnya. "Ada cukup banyaklah," kata dia.
Kejadian yang membuat MUI mengeluarkan Baha'i sebagai ajaran sesat dilatarbelakangi aktivitas umat Baha'i di Tulungagung. Warga saat itu, tahun 2009, menolak ritual mereka.
Baca Juga:
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Diakui Menag saat ini memang banyak pendapat yang berkembang, bahwa agama adalah urusan individu dengan Tuhan-nya. Namun, kata dia, ketika hal itu sudah masuk ranah negara, tentu sudah menjadi urusan negara.