Kasus Haji, KPK Dalami Dugaan Keterlibatan Wakil Ketua MPR

Para wakil ketua MPR
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf
VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi terus melakukan proses penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2012-2013, termasuk dengan memanggil sejumlah saksi untuk diminta keterangan.
Konsisten Mengomunikasikan Value Perusahaan, BRI Raih 6 Penghargaan di PR Indonesia Awards 2024

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan pihaknya siap untuk memanggil siapa pun yang dianggap bisa membuat terang kasus yang telah menjerat mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali.
Segini Kecepatan Xpander saat Tabrak Showroom di PIK 2 hingga Buat Porsche Ringsek

"Setiap keterangan saksi yang menyebut nama orang lain dan nama orang lain itu kalau kita dalami dan diperlukan untuk penyidikan, akan kami panggil," kata Busyro di kantornya, Rabu 23 Juli 2014.
Anti Panik! Siapkan Dana Darurat Ini Agar Kebutuhan Mendesak Tak Ganggu Keuanganmu

Pemanggilan saksi itu, dia melanjutkan, termasuk memanggil Direktur Utama PT Al-Amin Universal, Melani Leimena Suharli. Perusahaan itu yang merupakan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Banten, Muhammad Mardiono, yang termasuk dalam rombongan haji SDA, mengaku membayar sebesar Rp200 juta ke Al-Amin untuk keberangkatannya itu.

Melani yang juga adalah Wakil Ketua MPR, tercatat sebagai petinggi dari KBIH Al-Amin. Diduga, perusahaan tersebut mendapat jatah buat mengelola kuota haji yang dipakai untuk para penyelenggara negara dan tokoh. Dari informasi yang dihimpun, kuota tersebut diperjualbelikan kepada anggota DPR dan orang dekat Menteri Agama.

Busyro mengaku heran dengan adanya jemaah haji yang berhak mendapat kuota itu menjadi terabaikan. "Ini gejala yang betul-betul mengakibatkan wajah demokrasi itu tersandera beban kultural. Bangsa Indonesia tak terbiasa dengan sikap terbuka dalam kaitan kedekatan nepotisme dan kronisme," kata Busyro. 

Menurut Busyro, permasalahan utamanya bukan terkait apakah keluarga dan kerabat pejabat itu membayar, namun lebih kepada rasa keadilan buat calon jemaah haji yang lebih berhak.

“Masalahnya bukan bayar, kalau sudah ada yang bertahun-tahun daftar haji, barangkali dengan jual sawah, kerbau, menggadaikan alat-alat rumah tangga, harusnya bisa berangkat, jatahnya malah diambil orang-orang yang punya previlege (keistimewaan),” jelas dia.

Terkait urusan kuota, Busyro menambahkan, salah satu yang ditelisik KPK adalah terkait sistem komputerisasi haji (Siskohat). Lantaran, jatah yang seharusnya diberikan kepada seseorang, malah diberikan kepada pihak lain.

"Mengapa seat (kursi) yang kosong tidak diberikan ke daerah-daerah dengan yang tua-tua dulu, kan sudah computerized, online, dan inline," jelas dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya