- ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVAnews - United Nations Development Programme (UNDP) berpendapat indeks demokrasi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), bisa menjadi acuan investor dalam menanam modal di Indonesia. Sebab, dalam penentuan indeks demokrasi ada indikator keamanan negara.
Head Democratic Governance Poverty Reduction Unit UNDP, Nurina Widagdo, mengatakan, salah satu penanda yang menjadi penilaian investor asing adalah masalah demonstrasi dan mogok kerja yang bersifat kekerasan. Indikatornya pada 2013 masih bernilai sangat buruk, yaitu masih 18,71. Indikatornya turun dari 2012 yang tercatat 19,12.
"Investor bisa saja melihat hasil indeks demokrasi provinsi mana yang tinggi. Mereka mencari (daerah) berdasarkan indeks yang aman," kata Nurina di kantor BPS, Jakarta, Jumat 4 Juli 2014.
Menurut data BPS, ada 28 indikator yang menjadi penilaian dalam perhitungan indeks demokrasi Indonesia, antara lain: demonstrasi dan mogok kerja.
Investor, lanjut Nurina, bisa saja melihat indikator lain, seperti pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintah yang nilainya pada 2013 mencapai 72,51. Nilainya ini naik dari 2012 yang hanya 69,91.
"Sebenarnya, utilisasi atau kegunaan indeks ini bermacam-macam. Kami belum sepenuhnya mengeksploitasi ini. Kadin (Kamar Dagang) Industri bisa memberi masukan kepada investor tentang stabilisasi dengan membawa indikator-indikator itu," kata dia.
Sementara itu, Kepala BPS, Suryamin membenarkan pernyataan Nurina. Demonstrasi dan mogok kerja bisa mempengaruhi dunia usaha. "Kalau demo di jalan, di situ terblokir. Kalau tutup sehari, (dunia usaha) akan setop output berapa dan ini bisa berpengaruh pada produksinya," kata Suryamin.
Sebelumnya, diberitakan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil survei Indeks Demokrasi 2013. Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2013 tercatat sebesar 63,68. "IDI 2013 sebesar 63,68, naik 1,05 poin dibandingkan 2012 sebesar 62,63," kata dia. (art)
Baca juga: