Tak Usah Pusing, Penyakit Kronis Ditanggung BPJS

Ilustrasi kartu BPJS resmi
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
Arus Mudik di Aceh Diprediksi Meningkat 9 Persen pada 2024
- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial telah menerima 116 juta peserta Jaminan Kesehatan Nasional hingga Rabu, 15 Januari 2014. Angka itu diterima setelah pemerintah resmi menyelenggarakan jaminan kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan untuk masyarakat Indonesia per 1 Januari 2014.

Ketahui Manfaat dan Risiko Saham Blue Chip, Dapatkan Dividen yang Konsisten

Data-data peserta BPJS sebanyak 116.122.065 itu diperoleh dari proses pengalihan database peserta Askes Sosial, Jamkesmas, Jamsostek, dan Jaminan Kesehatan TNI/Polri. "Itu sudah kami migrasikan data-datanya," kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur di kantor BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Beli Properti Bisa untuk Rumah Tinggal Sekaligus Investasi Jangka Panjang


Selain data migrasi, BPJS juga menerima peserta yang mendaftar secara mandiri untuk kelompok pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sebanyak 162.201 peserta. Sedangkan untuk peralihan Jamkesda dari 32 Kabupaten/Kota yang sudah terintegrasi dan sudah dimigrasi sebanyak 3.512.248 peserta.

Fajri mengatakan, untuk mendaftar BPJS Kesehatan caranya sangat mudah. Masyarakat yang ingin mendaftar secara mandiri bisa membawa identitas asli, seperti KTP, Kartu Keluarga, serta mengisi formulir daftar isian peserta. Bagi pekerja penerima upah bisa diurus melalui kantor tempat bekerja masing-masing. Sedangkan warga negara asing cukup menunjukkan kartu izin tinggal sementara/tetap.


"Dalam tempo dua minggu ini, animonya makin lama makin tinggi. Rata-rata 25 ribu orang per hari," ujarnya.


Pemerintah telah menetapkan besaran iuran BPJS Kesehatan bagi pekerja di luar penerima upah. Untuk pelayanan rawat inap kelas tiga Rp25.500 per bulan/orang. Untuk kelas dua Rp42.500 per bulan/orang dan untuk pelayanan rawat inap kelas satu Rp59.500 per bulan/orang.


Adapun bagi karyawan penerima upah sebesar 4,5 persen dari gaji karyawan per bulan hingga Juni 2015, dan meningkat menjadi 5 persen pada 1 Juli 2015. Untuk komposisi besaran iuran, pengusaha diminta membayarkan iuran karyawannya sebesar 4 persen, sedangkan pekerja sebesar 0,5 persen sebelum Juli 2015 dan 1 persen setelah Juli 2015.


Sedangkan iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dibayarkan pemerintah sebesar Rp19.225 per bulan/orang. Kemudian bagi PNS/Polri/TNI/Pensiunan sebesar 5 persen, yang terdiri dari 3 persen pemerintah, 2 persen pekerja.


Jamin penyakit kronis
Fajri menegaskan bahwa para peserta JKN nantinya akan mendapat pelayanan, baik perawatan maupun obat yang dibutuhkan selama sakit. Pernyataannya ini juga sekaligus menjawab keluhan masyarakat yang terpaksa membeli obat sendiri meski sudah menjadi peserta JKN.


"Iuran yang dibayarkan peserta JKN itu sudah termasuk dengan pengobatan. Beda dengan Askes dulu
,
di sistem INA-CBGs  pembayaran sudah sepaket dengan obatnya," tutur Fajri.


INA-CBGs adalah sistem pengelompokan penyakit pasien berdasarkan ciri klinis yang sama dan sumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Pengelompokan ini ditujukan untuk pembiayaan kesehatan pada penyelenggaraan jaminan kesehatan sebagai pola pembayaran yang bersifat prospektif.


Manfaatnya untuk menetapkan standar tarif dan lebih memberikan kepastian pada setiap penyakit yang diderita pasien. Penyesuaian tarif pengobatan di INA-CBGs ini lanjut Fajri, sedang dalam taraf penyempurnaan dan dipastikan selesai pada awal Juli nanti.


"Nanti terdapat 1.077 jenis penyakit yang dikelompokkan tarifnya," katanya.


Sebab itu Fajri menekankan, peserta JKN tidak perlu khawatir untuk mengobati penyakit berat, karena sudah masuk dalam standarisasi tarif. INA-CBGs dan ditanggung BPJS Kesehatan. "Contoh kalau sakit jantung, pasang ring itu sudah di dalam paket INA-CBGs. Itu sudah dengan obatnya. Itu memang mahal tapi kan kami sudah menghitung semuanya. Kalau jadi, peserta JKN, kan sudah dicover," katanya. Menurut Fajri, tidak ada batasan platform biaya untuk penyakit-penyakit berat, semua akan ditanggung BPJS Kesehatan.


Selain itu, untuk pelayanan khusus peserta penyakit kronis, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Kesehatan telah melakukan evaluasi bersama dengan Tim Nasional Casemix Center, Organisasi Profesi dan rumah sakit. Dari evaluasi itu dikeluarkan Surat Edarat ke seluruh fasilitas kesehatan, khususnya untuk rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.


"Bagi penderita penyakit kronis khususnya untuk pelayanan obat dibuat kebijakan di antaranya penderita penyakit kronis dapat mengikuti Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) BPJS Kesehatan melalui pelayanan rujuk balik. Pemberian obat dapat dilayani di fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk kebutuhan 1 bulan," paparnya.


Program rujuk balik ini untuk melayani beberapa penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Epilepsi dan penyakit kronis lainnya. Untuk program rujuk balik, baru akan disusun tatalaksana dan obatnya antara BPJS Kesehatan dan organisasi profesi.


Untuk peserta dengan penyakit berbiaya tinggi, lanjut Fajri, khusus untuk pemberian obat, misalkan penderita thalasemia dan hemophilia tidak hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Dapat juga dilayani di dokter spesialis praktek perorangan atau bersama yang telah bekerjasama dengan BPJS.


"Dengan mempertimbangkan kemampuan si klinik dan kondisi geografis si pasien yang tidak memungkinkan dibawa ke RS," kata Fajri.


Ia juga mengingatkan bila ada pasien peserta JKN yang diminta membeli obat dengan biaya sendiri oleh klinik atau rumah sakit, maka harus dilaporkan ke Satgas yang telah dibentuk BPJS Kesehatan atau posko BPJS 24 jam.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya