Meraup Untung dari Buah Pinang Negara Tetangga

Buah pinang (Areca catechu) dijemur
Sumber :
  • Antara/ Seno S
VIVAnews - Mengonsumsi buah pinang dengan sirih menjadi kebiasaan masyarakat Papua. Mulai dari orang tua hingga anak muda mengunyah buah itu setiap harinya. Sehingga jual beli buah pinang menjadi komoditas yang cukup menguntungkan bagi pedagang di wilayah paling ujung Indonesia tersebut.
Keren Banget, Sherina Main Teater Musikal Bareng Anak-Anak Sekolah

Mama Lenora (42 tahun), begitu ia biasa disapa, mengaku berjualan buah pinang di pasar Skouw, Distrik Muara Tami, Jayapura, wilayah perbatasan RI dengan Papua Nugini (PNG) sejak sembilan tahun silam. Pinang, kata dia, seakan sudah menjadi kebutuhan primer warga di sana.
Jaksa KPK Panggil Febri Diansyah dkk ke Sidang SYL, Ini Alasannya

Dalam perbincangan dengan VIVAnews beberapa waktu lalu di wilayah Papua Nugini, Lenora menuturkan, saking banyaknya kebutuhan akan buah tersebut, ia sampai membeli ke negara tetangga untuk dijual kembali di pasar Skouw.
Kutukan Sungkyunkwan Scandal: 5 Pemerannya Terjerat Kontroversi Bertubi-tubi!

Pasar rakyat di wilayah perbatasan itu buka tiga kali dalam seminggu, yakni pada Selasa, Kamis, dan Sabtu. Menurutnya, harga buah pinang di PNG jauh lebih murah dibanding Jayapura. Ia belanja buah pinang di pasar Wutung, Papua Nugini tiga kali dalam seminggu.

"Di sana harganya lebih murah, satu karung ukuran 25 kilogram hanya Rp400 ribu, kalau di Jayapura lebih mahal, harganya Rp500 ribu hingga Rp600 ribu," kata Lenora saat menunggu angkutan angkutan umum di perbatasan kawasan PNG.

Bahkan, Lenora melanjutkan, bila tiba musim pohon pinang berbuah, harganya di PNG jauh lebih murah. Yakni, hanya berkisar Rp100 ribu sampai Rp150 ribu per karung yang berukuran 25 kilogram.

Bersamaan dengan Lenora, Dorci (41), juga sering membeli buah pinang di PNG sebagai barang dagangannya di pasar Skouw. Wanita paruh baya ini, bersama rekan-rekannya sesama pedagang pinang tiga kali seminggu mengimpor pinang untuk dijual di kampungnya, Skouw.

Akses Terbatas

Dorci, Ibu dua anak ini mengaku punya banyak kerabat di kampung Wutung, PNG. Sanak saudaranya sudah tinggal menetap di negara tetangga itu sejak zaman dulu, jauh sebelum negara itu terbentuk. Ia kerap mengunjungi sanak keluarganya di sana jika ada acara keluarga, pernikahan. Dari perbatasan ke kota Fanimo, PNG, ia harus merogoh kocek 10 Kina (Mata Uang PNG), atau setara Rp43 ribu saat ini.

Kendati demikian, ia mengeluhkan aksesnya untuk masuk ke PNG yang cukup ketat. Akses masuk wilayah perbatasan kedua negara tetangga ini dibuka pukul 08.00 hingga 16.00 waktu setempat. Berbeda halnya dengan warga PNG yang masuk wilayah RI, Papua. Mereka lebih bebas ke luar masuk perbatasan.

"Bahkan, mereka bisa masuk bebas ke Jayapura, tinggal menginap disana," keluhnya.

Menurut dia, bahasa warga Skouw dengan Wutung, PNG ada sedikit kemiripan. Sejak warga PNG bebas keluar masuk wilayah RI, mereka rata-rata mengerti Bahasa Indonesia.

Saat yang berbeda, warga negara tetangga PNG, Jenica (27), saat ditemui di wilayah perbatasan mengatakan, ia masuk ke RI hampir setiap minggu untuk belanja makanan dan pakaian.

"Saya ke Pasar Skouw membeli makanan dan minuman," katanya. (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya