KUA Se-Jawa Timur Tolak Pernikahan di Luar Balai Nikah

Ilustrasi akad nikah.
Sumber :
  • ANTARA/Noveradika

VIVAnews - Forum Komunikasi Kepala Kantor Urusan Agama (FKK-KUA) se-Jawa Timur menolak pernikahan di luar balai nikah KUA. Penolakan ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

Ketua Komisi Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Provinsi Jatim, Sabron Djamil Pasaribu mengatakan, penolakan itu merupakan aksi solidaritas petugas pencatat akad nikah se-Jatim atas kasus hukum yang menimpa salah seorang rekan mereka di Kediri.

Namun, Sabron tidak sependapat jika akad nikah diwajibkan di balai nikah KUA. Sebab dalam Pasal 21 Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 11 tahun 2007 memperbolehkan nikah di luar KUA asal atas persetujuan kedua mempelai dan mendapat persetujuan petugas pencatat akad nikah.

"Itu adalah bentuk pelayanan kepada masyarakat. Kalau KUA menolak menikahkan di luar kantor KUA itu namanya sepihak. Jadi saya sangat menentang keras," tegas Sabron dikonfirmasi Senin malam, 2 Desember 2013.

Pertimbangan lain, di Jatim sudah ada Perda Pelayanan Publik dan Komisi Pelayanan Publik yang menindaklanjuti amanat Undang-undang Pelayanan Publik. Setiap PNS, lanjutnya harus mengedepankan pelayanan publik bukan malah minta dilayani.

"Kepentingan rakyat harus diatas segalanya," pinta Sabron.

Politisi Golkar itu juga menolak pemberian pihak mempelai kepada petugas pencatat nikah digolongkan pungli atau gratifikasi. Baginya, kasus yang menimpa Kepala KUA Kota Kediri itu dinilai terlalu berlebihan.

"Jemput bola melayani masyarakat itu bukan pungli atau gratifikasi. Dan, mereka juga tidak pernah minta dan mentarget, jadi jangan terjebak pungli dan gratifikasi karena pemberian kepada mereka itu seikhlasnya," tegas Sabron.

Menurutnya, jika pelaksanaan nikah di kantor KUA, tentu akan berpengaruh terhadap tatanan yang ada di masyarakat. Padahal nikah bagi sebagian besar masyarakat adalah sesuatu hal yang sakral. "Jangan merubah tradisi yang sudah mengakar di masyarakat," dalih Sabron.

Terkait kasus yang menimpa Ketua KUA Kota Kediri itu, Komisi A DPRD Jatim siap membantu KUA dengan memberikan advokasi jika diperlukan.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim, Nuning Rodiyah justru menilai aksi FKK KUA se-Jatim itu bagian dari bentuk pelanggaran terhadap pelayanan publik. Alasannya, nikah di luar KUA diperbolehkan sejak dulu tapi justru disalahgunakan sehubungan dengan biaya nikah di luar KUA yang tanpa standar jelas.

"Kesalahan tetap di penghulu yang seharusnya melayani. Karena peluang biaya nikah di luar aturan itu adalah konsensus bawah tangan antar para pihak terkait," jelas Nuning.

Karena itu, pihaknya menyarankan supaya agar kasus ini tidak berulang, maka harus diselesaikan di beberapa stakeholder agar nantinya ada kepastian layanan publik.

"Kementerian Agama harus segera menyusun standar pelayanan nikah di luar KUA supaya masyarakat mendapat kepastian layanan dan petugas pencatat nikah tidak khawatir dilaporkan gratifikasi atau pungli," pungkasnya.

Hari Buku Sedunia, Starbucks Indonesia Serahkan 8.769 Buku untuk Anak-anak

Aksi Solidaritas

Forum Komunikasi Kepala Kantor Urusan Agama (FKK KUA) se-Jawa Timur mengancam tidak akan melayani akad nikah di luar Balai Nikah. Sebanyak, 661 orang penghulu mendeklarasikan anti pungutan liar di luar biaya resmi nikah.

Itu disampaikan menyusul dijebloskannya Kepala KUA Kecamatan Kota Kediri, Kamis pekan lalu ke penjara lantaran diduga menerima kelebihan biaya nikah sebesar Rp10 ribu tiap prosesi pernikahan. Untuk diketahui, biaya resmi hanya sebesar Rp35 ribu.

Koordinator FKK KUA Jatim Samsu Thohari mengatakan, kasus hukum yang menimpa Kepala KUA tersebut terkesan dipaksakan. Dalih adanya pungli ataupun gratifikasi justru mencoreng profesi KUA. Padahal, dalam praktiknya petugas pencatat nikah tidak menarik tarif lebih.

"Banyak yang minta dinikahkan di rumah, dan saat pulang, petugas diberi uang transportasi. Itu kemudian dianggap pungli ataupun gratifikasi," jelas Thohari.

Thohari memaklumi permintaan nikah di luar balai nikah. Tidak sedikit masyarakat yang memandang akad nikah dianggap sakral bila dilaksanakan di rumah, atau di masjid. Karena itu, para petugas dari KUA tidak sampai hati menolak permintaan dari keluarga mempelai.

"Kultur yang ada di masyarakat, nikah di rumah atau di masjid. Dan, minta kepala KUA didatangkan ke rumah," ungkapnya.

Kasus hukum yang terjadi di Kediri itu, lanjut Thohari, membuat kepala KUA terpojok dan mendapat penilaian negatif. Sejauh ini, tidak ada payung hukum yang mengatur prosedur pencatatan nikah di luar balai nikah.

Karena itu, sejak 1 November 2013, sebagian kabupaten/kota di Jawa Timur menolak menerima layanan di luar Balai Nikah. Termasuk Kediri, Jombang, Magetan.

Selain munculnya kasus itu, langkah tersebut diambil sesuai dengan surat edaran Irjen Kemenag RI dan Surat Edaran Kanwil Kemenag Provinsi Jatim. "Kami tidak akan melayani akad nikah di luar Balai Nikah, jika tidak segera ada regulasi yang mengatur tentang hal tersebut," tegasnya.

FKK KUA Jawa Timur juga mendesak, pemerintah pusat segera membuat aturan yang mengatur tentang tarif biaya pelayanan nikah di luar balai nikah.

"Kita ini serba repot, satu sisi diminta keluarga mempelai untuk dinikahkan di rumah. Disisi lain tidak boleh menerima layanan di luar balai nikah, kan kasihan mereka yang memiliki kultur akad nikah harus di rumah," tegasnya.

Deklarasi penolakan layanan akad di luar balai nikah itu disampaikan setelah mengikuti sosialisasi program kependudukan dan keluarga berencana (KB) bagi petugas KUA kabupaten/kota se-Jatim di Garden Palace yang diprakarsai BKKBN Jatim bekerjasama dengan Kemenag Jatim.

Terancam PHK Massal, Ratusan Karyawan Polo Ralph Lauren Demo di Depan MA
The Perfect Strangers

Biasanya Kalem, Ternyata Beby Tsabina Bisa Juga Jadi Anak Motor

Selain jadi anak motor, Beby Tsabina juga beberapa kali akting berkelahi.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024