PPATK: 50 Persen Pencucian Uang dari Hasil Korupsi

Ketua PPATK Muhammad Yusuf
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews
Sopir Bus yang Ajak Makan 30 Penumpang di Rumah Mertuanya saat Lebaran dapat Rp100 Juta
- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Muhamad Yusuf mengungkapkan bahwa Tindak Pencucian uang biasanya berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan menurutnya, hampir sebagian kasus pencucian berasal dari kasus korupsi.

Ada Apa di Kota Isfahan Iran yang Baru Saja Diserang Israel?

"Sumber utama TPPU itu yang pertama dari korupsi, sekitar 50 persen, kedua dari modus penipuan bisa perpajakan atau perbankan," kata Yusuf,  dalam acara Diskusi mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang di Bogor, Rabu 27 November 2013.
Ngeri Peringatan Terbaru Iran kepada Israel, Mulai Sebut Nuklir


Yusuf berpendapat, untuk lebih efektif dalam memberantas kejahatan 'white collar' tersebut, diperlukan tidak hanya pendekatan follow the suspect tapi follow the money. Dengan konsep follow the money, aktor intelektual di dalam suatu kasus dapat diusut. Maka dengan menggabungkan kedua konsep tersebut, akan lebih efektif.


"Ibarat pohon, korupsinya itu pohon, TPPU akarnya, begitu dipotong ya tumbuh lagi, karena tidak menyentuh akar masalah. Kita berharap penegak hukum bisa menangani keduanya biar bisa diberantas," kata Yusuf.


Partai Bisa Dijerat


Muhammad Yusuf juga mengungkapkan bahwa partai politik bisa dianggap sebagai korporasi untuk dijadikan sebagai subjek hukum dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal tersebut diungkapkan Yusuf menanggapi adanya sejumlah aliran dana dari beberapa kasus tindak pidana korupsi, yang diduga mengalir kepada partai politik. Namun meski demikian menurut Yusuf, hal tersebut sulit untuk diusut.


"Sekarang masalahnya adalah apakah orang itu bertindak atas nama parpol karena pasal 6 (UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang TPPU) mensyaratkan orang itu bertindak untuk dan atas nama korporasi, kemudian keuntungan untuk korporasi," kata Yusuf.


Selain itu, untuk menerapkannya kepada korporasi pun, menurut Yusuf, masih sulit. Yusuf menjelaskan, pada Pasal 143 Ayat 2 huruf a KUHAP tercantum bahwa dalam dakwaan itu mencakup identitas, termasuk nama, alamat dan jenis kelamin. Hal tersebut yang menurutnya akan sulit diterapkan.


Namun meski demikian, Yusuf mengungkapkan bahwa secara teoritis, parpol bisa dijerat. "Bisa, secara teoritis bisa tapi praktiknya harus dicoba, karena belum pernah," katanya. (adi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya