Ini Putusan MA yang Membuat Para Dokter Murka

Demonstrasi dokter menolak kriminalisasi malpraktik
Sumber :
  • Antara/ Ari Bowo Sucipto

VIVAnews – Ribuan dokter se-Indonesia murka pada Mahkamah Agung yang menjatuhkan putusan 10 bulan penjara kepada tiga rekan mereka – dokter kandungan Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak, dan dr Hendy Siagian.

Syekh Abu Al Sebaa, Seorang Dermawan Penyedia Makan Gratis untuk Jemaah Umrah Meninggal Dunia

Hari ini, Rabu 27 November 2013, para dokter melakukan aksi mogok nasional dan turun ke jalan menyerukan tolak aksi kriminalisasi terhadap dokter.

Berbagai rumah sakit, baik di ibu kota maupun daerah-daerah, lengang karena dokter mogok melayani pasien. Gedung Mahkamah Agung di Jakarta Pusat diserbu ribuan dokter berjas putih.

“Rekan kami korban kebodohan pakar hukum. MA tidak paham apa yang kami kerjakan. MA tidak berkonsultasi dengan para pakar kedokteran sebelum memutuskan perkara,” kata salah satu dokter yang menjadi koordinator aksi, I Gusti Ngurah.

Ini putusan MA yang membuat marah para dokter itu:

Bahwa para terdakwa, masing-masing dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry Simanjuntak, dan dr. Hendy Siagian, baik secara bersama-sama maupun bertindak sendiri-sendiri, pada hari Sabtu tanggal 10 April 2010, dengan sengaja telah melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik (SIP). Perbuatan tersebut dilakukan para terdakwa dengan cara dan uraian kejadian sebagai berikut:

Saat korban Siska Makatey (Julia Faransiska Makatey) sudah tidur terlentang di atas meja operasi, dilakukan tindakan asepsi antiseptis pada dinding perut dan sekitarnya. Selanjutnya korban ditutup dengan kain operasi kecuali pada lapangan operasi. Saat itu korban telah dibius total.

Dr. Ayu mengiris dinding perut lapis demi lapis sampai pada rahim milik korban, kemudian bayi yang berada di dalam rahim korban diangkat. Rahim korban lalu dijahit sampai tidak terdapat pendarahan lagi dan dibersihkan dari bekuan darah. Selanjutnya dinding perut milik korban dijahit.

Saat operasi dilakukan, dr. Hendry sebagai asisten operator I dan dr. Hendy sebagai asisten operator II membantu dr. Ayu sebagai pelaksana operasi. Dr. Hendry dan dr. Hendy yang memotong, menggunting, dan menjahit agar lapangan operasi bisa terlihat, supaya mempermudah operator yaitu dr. Ayu dalam melakukan operasi.

Sebelum operasi cito secsio sesaria terhadap korban dilakukan, para terdakwa tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada, dan lain-lain. Sedangkan tekanan darah sebelum korban dianastesi atau dilakukan pembiusan sedikit tinggi, yaitu menunjukkan angka 160/70.

Pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah operasi selesai dilakukan. Pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah operasi selesai. Pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr. Ayu melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw sebagai konsultan jaga bagian kebidanan dan penyakit kandungan bahwa nadi korban 180 kali per menit.

Saat itu saksi Najoan menanyakan kepada dr. Ayu apakah telah dilakukan pemeriksaan jantung terhadap diri korban. Selanjutnya dijawab oleh dr. Ayu tentang hasil pemeriksaan adalah denyut jantung sangat cepat. Saksi Najoan mengatakan bahwa denyut nadi 180 kali per menit – bukan denyut jantung sangat cepat tetapi fibrilasi atau kelainan irama jantung.

Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, SH. Sp. F bahwa saat korban masuk RSU Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat.

Dr. Ayu, dr. Hendry, dan dr. Hendy sebagai dokter dalam melaksanakan operasi cito secsio sesaria terhadap korban Siska Makatey, hanya memiliki sertifikat kompetensi. Tapi para terdakwa tidak mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) kedokteran/yang berhak memberikan persetujuan. Sedangkan untuk melakukan tindakan praktik kedokteran, termasuk operasi cito yang dilakukan para terdakwa terhadap diri korban, para terdakwa harus memiliki SIP kedokteran.

Akibat perbuatan dari para terdakwa, korban Siska Makatey meninggal dunia tanggal 26 April 2010. Sebab kematian korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambar darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru, dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Deretan Negara Arab Ini ternyata Tolak Embargo ke Israel, Kok Bisa?

(ren)

VIVA Militer: Rudal Balistik Jarak Menengah (MRBM) Kheibar Shekan militer Iran

Negara Ini Tuduh Iran sebagai Negara Teroris, Kok Bisa?

Argentina menuduh Iran sebagai pelaku tindakan terorisme. Tuduhan ini muncul setelah lebih dari tiga dekade serangan yang mengakibatkan korban jiwa di Buenos Aires, Argen

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024