ICW: Sektor Migas Lahan Basah Korupsi

Eks Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini ditahan KPK.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVAnews - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai korupsi di sektor minyak dan gas bumi tumbuh subur melibatkan banyak pemangku kepentingan karena ketertutupan dalam proses regulasi hingga operasi bisnisnya. 
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang! Harga Limitnya Rp809 Juta

"Kenapa hal itu terjadi? Sebagian pejabat tidak meyakini industri migas adalah keuangan negara," ucapnya," ucapnya dalam diskusi 'Gilas Mafia Migas!' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 November 2013.
Pendeta Gilbert Akan Dilaporkan Lagi Jika Tak Sampaikan Permintaan Maaf Lewat Media

Menurut Koordinator Divisi Monitoring dan Analisa Anggaran Indonesia Coruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, banyak orang-orang yang tergiur kekuasaan dan berpotensi menjadi mafia migas. Mereka bisa berasal dari Kementrian ESDM, Dirjen Migas, BUMN, Pertamina, dan lain-lain.
Profil Meli Joker Selebgram yang Tewas Bunuh Diri

Firdaus merujuk kasus yang menjerat mantan Kepala SKK Migas dimana ada dari kelembagaan pemerintah, ada konsultan, trader sampai pelatih golf.

Ia berpendapat bahwa hal tersebut adalah hal yang umum terjadi karena di berbagai negara, industri migas menjadi tempat yang sangat basah untuk terjadinya korupsi.

"Kalau terus-terusan trading-nya bermasalah, tidak ada akuntabilitasnya, tidak ada transparansi kepada publik tetap saja kejadian korupsi akan berulang," ungkapnya.

Oleh karena itu, Firdaus menyarankan pihak SKK migas memberikan seharusnya mulai melakukan transparansi data dan informasi secara terbuka demi menghalau mafia migas yang bisa saja bertambah.

Selain itu, kurangnya pengawasan secara internal dan eksternal juga dianggap sebagai faktor merajalelanya mafia migas selama ini. Dalam hal ini Firdaus mengatakan bahwa sebelumnya telah banyak temuan BPK yang tidak ditindaklanjuti dan dianggap angin lalu.

Senada dengan Firdaus, Juru Bicara SKK Migas, Elan Budiantoro mengakui bahwa pihaknya perlu pengawalan dalam hal regulasi yang kuat dan sistem pengawasan yang ketat.

"Untuk menjadi lokomotif perekonomian nasional, kita perlu pengawalan dalam sistem yang komperehensif tentunya tidak hanya di pusat saja, namun juga di daerah," kata Elan. (adi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya