Puan Maharani: Penarikan Dubes dari Australia Sudah Terlambat

SBY dan Ibu Ani Yudhoyono
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Rosan: Mari Bersatu Wujudkan Indonesia Emas
- Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Puan Maharani, Selasa 19 November 2013, menyatakan bahwa langkah yang ditempuh Pemerintah Indonesia untuk menarik Duta Besar Nadjib Riphat Kesoema dari Canberra, sudah terlambat.

10 Kampus Bisnis Terbaik Dunia Tahun 2024

Menurut Puan, pemerintah tidak menunjukkan sikap tegas terhadap Negeri Kanguru, khususnya ketika pemberitaan soal aksi penyadapan dilakukan dari balik Gedung Kedutaan diketahui publik.
UU Pemilu Perlu Direvisi sebagaimana Pertimbangan MK, Menurut Anggota DPR


"Seharusnya setelah isu berkembang dan muncul di media massa, Pemerintah segera merespon dan bersikap tegas, karena ini merupakan suatu hal yang bersinggungan dengan marwah kedaulatan bangsa yang menyentuh simbol-simbol kenegaraan," ujar Puan di Jakarta.


Dengan adanya nama-nama seperti Presiden Susilo bambang Yudhoyono dan Ibu Negara yang dijadikan target penyadapan, menurut Puan, ini menunjukkan adanya intervensi dari pihak luar dan dapat mengancam NKRI.


Sebelumnya, pendapat serupa juga diungkap oleh Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Bahkan Hikmahanto menyebut, saat ini langkah yang perlu dilakukan Pemerintah Indonesia tidak hanya perlu menarik Dubes Indonesia dari Canberra, tetapi diplomat Australia sebaiknya diusir dari tanah Indonesia.


Hikmahanto bahkan berani menjamin, Pemerintah Negeri Kanguru tidak akan marah kepada Indonesia.


"Mereka tidak akan marah kepada Indonesia. Malah akan memahami bahwa sebagai negara yang mengklaim mitra terdekat, aksi spionase tidak dapat diterima," kata Hikmahanto.


Pemberitaan mengenai aksi penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Australia (DSD) terkuak dari artikel yang diturunkan oleh Sydney Morning Herald (SMH) dan Guardian. Di dalam artikel itu, DSD telah menyadap perangkat komunikasi SBY dan Ibu Ani Yudhoyono selama 15 hari di bulan Agustus 2009 silam.


Harapan Presiden SBY yang menginginkan Australia meminta maaf terhadap aksi spionase itu, dimentahkan oleh Perdana Menteri Tony Abbott hari Senin kemarin. Di hadapan parlemen Australia, Abbott menyebut aksi minta maaf merupakan sesuatu yang tak perlu.


"Oleh sebab itu setiap Pemerintah mengumpulkan informasi dan mereka pun tahu bahwa Pemerintahan negara lainnya pun turut melakukan hal serupa," ujar Abbott.


Alih-alih meminta maaf, Abbott malah mendukung apa pun yang sudah dilakukan rezim sebelumnya dan saat ini untuk terus mengumpulkan informasi demi kepentingan nasional Australia. (umi)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya