- VIVAnews/Erick Tanjung
VIVAnews – Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Subandriyo, mengatakan, letusan Gunung Merapi setinggi 2.000 meter dini hari tadi, Senin 18 November 2013, tak disertai dengan gejala awal yang jelas dari aspek vulkanis.
Namun, ujar Subandriyo, satu menit sebelum letusan freatik (gas) Gunung Merapi, terjadi gempa tektonik yang bersumber dari Ciamis, Jawa Barat. “Gempa dari Ciamis disusul dengan suara gemuruh dan letusan freatik,” kata dia.
Subandriyo mengatakan, usai letusan besar Merapi pada 2010, gunung itu sudah beberapa kali diwarnai letusan freatik. Letusan freatik terakhir, sebelum pagi tadi, terjadi pada 22 Juli 2013.
Selain dipicu gempa di Ciamis, Subandriyo menjelaskan, letusan freatik Merapi dini hari tadi juga dipicu hujan yang turun beberapa hari terakhir di sekitar Merapi. Akibatnya, air hujan meresap ke bawah dan berinteraksi dengan panas yang berasal dari Gunung Merapi, sehingga menimbulkan tekanan uap sesaat yang menyebabkan letusan.
Akibat letusan Merapi ini, warga Desa Glagah Harjo sempat turun dan mengungsi ke balai desa setempat. Namun, saat ini mereka sudah pulang ke rumah masing-masing.
“Informasi dari BPPTKG menyatakan tidak ada aktivitas susulan, sehingga warga kembali lagi ke rumah mereka,” ujar Kepala Desa Glagah Harjo, Suroto. (art)