- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Akil Mochtar sebagai tersangka kasus gratifikasi atau penerimaan hadiah terkait penanganan perkara di lingkungan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Surat perintah penyidikan terhadap Akil Mochtar diteken pimpinan KPK sejak 10 Oktober 2013.
"Setelah dilakukan pengembangan penyidikan, ditemukan bukti-bukti yang cukup menetapkan AM sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di kantornya, Rabu 16 Oktober 2013.
Johan mengatakan, Ketua MK nonaktif itu disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2, dan atau Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Menurutnya, penetapan Akil sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus suap sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Lebak.
"KPK menduga ada penerimaan lain selain sengketa Pilkada Lebak dan Gunung Mas," ujar Johan.
Sayangnya, Johan belum dapat menjelaskan kasus yang menjerat Ketua MK nonaktif itu. Namun Ia memastikan, KPK telah menemukan tindak pidana korupsi yang dilakukan Akil Mochtar, selain penanganan sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Lebak.
"Itu dari hasil pemeriksaan saksi-saksi, penggeledahan dan penelusuran penyidik KPK, sehingga terjadi korupsi tambahan yaitu penerapan Pasal 12B UU Tipikor," Johan menjelaskan.
Pasal 12 B menjelaskan, setiap gratifikasi pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Akil Mochtar terancam hukuman penjara selama 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. (eh)