Juara Lomba Blog #bodrexjuaranyacepat

Logo bodrex juaranya cepat
Sumber :
  • bodrex

VIVAnews - Dalam rangka mengenalkan dan mendekatkan diri dengan masyarakat, Tempo Scan Pacific dan Portal VIVA.co.id telah mengadakan lomba menulis blog dengan tema "Bodrex Juaranya Cepat". Lomba ini, dikhususkan bagi para blogger untuk dapat menulis pengalamannya mengkonsumsi Bodrex di blog mereka masing-masing. Lomba yang berlangsung sejak 12 Juni sampai 31 Juli 2013 ini telah berjalan dengan sukses, dengan diikuti 223 blogger dari beberapa wilayah di Indonesia. Lomba blog "Bodrex Juaranya Cepat" ini diselenggarakan di VIVAlog, kanal khusus dari portal VIVA.co.id yang dipersembahkan untuk para blogger.

Banyak blogger menulis pengalamannya yang telah mengkonsumsi Bodrex sebagai obat pereda sakit kepala, flu dan demam. Bahkan dari sebagian peserta telah mengenal produk bodrex sejak masih usia anak-anak. Para Blogger bersaing untuk memperebutkan hadiah berupa uang tunai jutaan rupiah. Untuk juara I Bodrex akan memberikan hadiah sebesar Rp 7 juta, Juara II sebesar Rp 5 juta, dan Juara III akan mendapatkan Rp 3 juta.

SKK Migas: Komersialisasi Migas Harus Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri


Melalui hasil penjurian dan seleksi yang ketat, telah terpilih seorang blogger atas nama Arief Sunarya (Anarya) sebagai juara 1 dalam lomba blog Bodrex Juaranya Cepat. Arif menulis judul blognya “Sebutir bodrex Melenyapkan Semua Hambatan" . Bagaimana pengalaman Arif?, silahkan baca kisahnya.

VIVAlog - Bus jurusan Probolinggo yang aku tumpangi tak juga berangkat dari terminal Purabaya, Surabaya, meski sudah hampir satu jam mangkal. Kepalaku mulai terasa berat karena kombinasi kekesalan dan beban pekerjaan yang menghantui. Di saat aku ingin segera sampai di tujuan dan memulai pekerjaan, eh bus ini malah molor tak jelas. Untuk mengusir kepenatan aku coba memejamkan mata. Namun, belum juga kantuk datang sekonyong-konyong aroma balsem yang menyengat menusuk lubang hidungku. Rupanya seorang ibu tua yang duduk di sebelah sedang memijat-mijat pelipisnya dengan balsem. Aku beranikan diri untuk menyapa dan menanyakan keadaannya. Ternyata migrennya sedang kumat. Dari situ percakapan pun mengalir.

Parkir Cuma Sebentar, Mobil Ini Ditagih Rp48 Juta di Tangerang


Obrolan kami terhenti sejenak karena perlahan bus mulai bergerak meninggalkan terminal. Akan tetapi, semakin lama kami menempuh perjalanan kondisi ibu itu semakin tak karuan. Ia terus mengeluh kepalanya pusing. Tiba-tiba aku ingat sesuatu di kantong tas kameraku, sekotak obat sakit kepala Bodrex—yang selalu aku bawa bila bepergian ke luar kota—segera saja aku tawarkan kepadanya. Supaya tak ada prasangka buruk—maklum banyak modus pembiusan di atas bus—aku tunjukkan dulu sekotak Bodrex yang masih utuh itu, ditambah saran agar ia minum dengan botol minumannya sendiri. Selang beberapa saat setelah diminum, kondisinya mulai tenang. Pikiranku pun mulai teralih kembali ke beban pekerjaan yang menanti. Sehari yang lalu, aku mendapat sebuah email penugasan dari editor foto majalah Geographical—majalah alam dan lingkungan di Inggris—untuk membuat photo story bencana lumpur Porong Sidoarjo dengan tenggat waktu yang cukup dramatis: hanya tiga hari. Antara haru dan ragu kuterima penugasan itu. Haru karena ini sebuah kesempatan langka, ragu karena perbandingan jatah waktu liputan dan tuntutan kualitas jomplang. Belum lagi ditambah pengetahuan medan yang nol besar karena tak ada cukup waktu untuk riset. Konsekuensi bila hasilnya jeblok sudah terpampang di depan mata. Namaku akan tercoret dari daftar kontributor sang juragan editor. Kiamat buat seorang fotografer lepas sepertiku.

Sebutir bodrex Melenyapkan Semua Hambatan

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp 100 Juta Ditangkap saat Tidur Pulas

Semakin dekat aku menuju ‘medan pertempuran’ pikiranku semakin galau. Satu hal yang jelas harus dipecahkan begitu tiba di sana adalah soal penginapan. Dari informasi beberapa teman yang tinggal di Surabaya, tak ada hotel atau penginapan di Porong. Kalau harus bolak-balik Surabaya-Porong jelas tak efisien mengingat waktu yang mepet. Kepalaku semakin berat. Tiba-tiba suara halus si Ibu membuyarkan lamunan. Ia menanyakan tujuanku.

”Lho, Ibu sudah baikan?” Jawabku spontan.”Pusingnya sudah hilang sekarang. Terima kasih untuk obat Bodrex-nya Nak!” sambil kemudian memperkenalkan diri sebagai Ibu Asih.

Dengan singkat, aku coba jelaskan maksud dan tujuanku ke Porong. Ia hanya mendengarkan sambil mengangguk-angguk. Sampai akhirnya meluncur pertanyaan darinya, aku akan tinggal di mana selama di sana. Episode berikutnya adalah rangkaian keajaiban tak terduga hanya karena sebutir Bodrex yang aku berikan.

Keajaiban pertama: Ibu Asih menawarkan aku tinggal di rumahnya. Kebetulan rumahnya terletak di daerah yang strategis yaitu Pasar Porong.

Keajaiban kedua: tak jauh di belakang rumahnya terletak Desa Renokenongo, salah satu desa yang habis terkubur lumpur sekaligus menjadi titik episentrum bencana. Dengan kata lain ‘material pemotretan’ untuk diangkat menjadi sebuah cerita terhampar di depan mata.

Keajaiban ketiga: menurut informasi dari beberapa teman, transportasi yang paling efisien untuk mobilitas di sana adalah ojek motor, tapi kita harus berhati-hati dalam negosiasi harga. Maklum di wilayah bencana biasanya banyak kaum oportunis. Secara tak sengaja salah seorang tetangga Ibu Asih menawarkan diri untuk menjadi ojek-pemandu dengan harga yang sangat manusiawi. Selain mengenal medan, ternyata ia pun kenal dengan beberapa petugas lapangan di sana sehingga akses masuk TKP menjadi tak berbelit.

Akhirnya tenggat waktu tiga hari dan beban pekerjaan yang tadinya terasa begitu berat menjadi ringan. Semua detail pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan lancar. Perasaan haru menyelimuti ketika Aku harus berpamitan pulang dan Ibu Asih menolak uluran amplop uang—walau dengan alasan pengganti listrik. Ternyata anggapan banyak kaum oportunis di wilayah bencana harus dikaji ulang di hardisk kepalaku. Aku pulang tak hanya membawa sejumlah foto yang memuaskan tapi juga kenangan tak terlupakan: sebutir Bodrex telah membantuku menemukan jalan ‘sang juara’. Sebuah email dari editor majalah Geographical menjadi penutup rangkaian keajaiban ini. Berisi sebuah pesan singkat:”Thank you and good job!”.

Nah itu tadi cerita pengalaman Arif tentang “Sebutir Bodrex Melenyapkan Semua Hambatan". Bagi kalian yang ingin tahu pemenang lomba blog Bodrex lainnya bisa baca di sini (Webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya