Karyawan Ditangkap Kejaksaan, Ini Jawab Chevron

Chevron Profit
Sumber :
  • Getty Images
VIVAnews -
KPU Tolak Tanggapi Tudingan Nepotisme Jokowi ke Prabowo-Gibran
Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Abdul Hamid Batubara dan Managing Director Chevron Indonesia Jeff Shellebarger menyatakan prihatin akan tindakan Kejaksaan Agung yang memanggil paksa dan menahan karyawan Chevron, Bachtiar Abdul Fatah pagi ini, Jumat 17 Mei 2013.
Jelang Hari Raya Idul Fitri, Persediaan BBM di Bali Masih Aman

Abdul Hamid menyatakan tindakan tersebut melanggar hak hukum dan hak asasi dengan mengabaikan putusan pra peradilan yang sah dan telah membatalkan penetapannya sebagai tersangka terkait kasus bioremediasi yang telah disidik oleh Kejaksaan Agung.  
Tebar Berkah Ramadan 1445 H, Mandiri Group Santuni 57.000 Anak Yatim dan Duafa


“Menangkap dan menahannya adalah pelanggaran putusan pengadilan dan berarti pelanggaran terhadap hak hukum dan hak asasinya. Pengadilan harus turun tangan dalam hal ini dan melindungi hak hukum dan HAM karyawan kami dari tindakan tidak terpuji ini,” jelas Hamid dalam keterangan tertulis.


Pada 27 November 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui sidang pra peradilan memutuskan pembebasan Bachtiar dari tahanan penyidik Kejaksaan Agung dan membatalkan penetapan Bachtiar sebagai tersangka karena penahanan dan penetapan sebagai tersangka tidak didahului dengan bukti-bukti yang cukup.


Putusan pengadilan ini terjadi setelah Bachtiar dan tiga karyawan yang lain dipenjara selama 62 hari tanpa adanya bukti-bukti yang cukup. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memutus bebas dari tahanan bagi semua karyawan Chevron tersebut termasuk Bachtiar melalui putusan No.38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel.


"Menurut hukum Indonesia, putusan pra peradilan tidak dapat diabaikan oleh siapapun tanpa adanya putusan resmi dari Mahkamah Agung yang memang menganulir putusan pra peradilan tersebut," katanya.


Namun, Kejaksaan Agung tetap melanjutkan kasus hukum terkait dengan proyek bioremediasi terhadap Bachtiar dan tiga karyawan Chevron yang tidak bersalah walaupun para pejabat pemerintah di semua institusi pengawasan terkait telah memberikan kesaksian di pengadilan bahwa program bioremediasi Chevron dalam operasinya memiliki izin hukum dan mematuhi semua peraturan dan perundang-undangan pemerintah.


Pengadilan telah mendengarkan kesaksian dari pejabat-pejabat dari SKK Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa operasi Chevron taat hukum dan Kejaksaan Agung salah mengerti mengenai program bioremediasi ini.


Padahal,SKK Migas secara terbuka menyatakan bahwa Chevron telah menanggung seluruh biaya program bioremediasi tanpa ada pengembalian biaya dari pemerintah Indonesia. "Karena itu tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan oleh program bioremediasi ini seperti yang dituduhkan oleh Kejaksaan Agung," katanya. 


SKK Migas juga menyatakan apabila ada sengketa mengenai program bioremediasi maka seharusnya diselesaikan dengan mengacu kepada hukum perdata seperti yang diatur oleh Kontrak Kerja Bersama (PSC) antara Chevron dan pemerintah Indonesia.


"Chevron telah dan akan terus membela hak hukum dan asasi karyawan dan kontraktor kami dalam kasus ini.  Chevron percaya bahwa tindakan Kejaksaan Agung ini tidak beralasan dan menimbulkan ancaman bagi setiap pekerja di industri migas karena mereka bisa menjadi korban berikutnya dari pelanggaran hak-hak warga Negara yang merusak keselamatan dan keamanan mereka," katanya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya