Cari Keadilan, Tukang Rumput Surati Presiden SBY

Ilustrasi mencari keadilan.
Sumber :

VIVAnews – Keadilan bukan untuk rakyat kecil. Itulah mungkin jeritan hati Dodi Setiawan, seorang tukang rumput di Banyumas, yang dituduh membunuh Santi Maulina empat tahun lalu.

Ada Luka Tembus Pelipis Anggota Satlantas Polresta Manado yang Ditemukan Tewas di Mampang

Dodi dan ibunya bersaksi bahwa dia berada di rumah saat kejadian pembunuhan. Tapi pihak kejaksaan sempat menolak berkas perkara Dodi karena tidak lengkap, dan polisi malah sempat membebaskan Dodi karena tidak cukup bukti.  Dodi kini tetap terancam eksekusi paksa oleh Kejaksaan negeri Purwokerto.

Dodi bahkan sampai melakukan sumpah pocong di hadapan warga demi meyakinkan bukan dialah yang membunuh Santi. Kini sebagai upaya terakhir, Dodi yang hanya lulusan kelas 2 SD itu mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Presiden SBY agar dapat memberikan perlindungan hukum kepada rakyatnya yang miskin dan tidak berdaya melawan penegakan hukum yang amburadul di Indonesia,” kata pengacara Dodi, Djoko Susanto, Senin 6 Mei 2013.

Kasus yang menjerat Dodi bermula dari peristiwa pembunuhan terhadap Santi Maulina, siswi SMP asal Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, empat tahun lalu. Santi ditemukan tewas sekitar 3 kilometer dari rumah Dodi di Grumbul Windusari, Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Polisi kemudian menangkap Dodi.

Tak hanya ditangkap, Dodi juga disiksa dan dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan terhadap Santi. Selama 15 hari sejak ditangkap ketika itu, Dodi tidak dapat ditemui siapapun, termasuk keluarga dan pengacara bantuan yang ditunjuk pihak kepolisian. Kondisi Dodi saat itu diketahui babak belur akibat disiksa aparat kepolisian.

Selanjutnya karena tidak cukup bukti bahwa Dodi melakukan pembunuhan terhadap Santi padahal masa penahanan Dodi habis, dan kejaksaan menolak berkas perkara Dodi yang tidak lengkap, maka polisi ahirnya membebaskan Dodi. Kasus pun berhenti.

Namun, setahun kemudian, keluarga Santi menuntut pengungkapan kasus pembunuhan Santi. Berkas perkara Dodi yang tidak lengkap di tangan kepolisian ahirnya diambil alih oleh pihak Kejaksaan Negeri
Purwokerto. Ketika berkasnya diambil alih Kejari Purwokerto inilah, Dodi melakukan aksi sumpah pocong di hadapan warga.

Persidangan terhadap Dodi akhirnya digelar setelah Kejari Purwokerto melengkapi berkas Dodi. Dodi kemudian divonis 10 tahun penjara dengan perintah penahanan. Melalui bantuan pengacara yang ditunjuk polisi, Dodi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan berakhir dengan putusan 8 tahun penjara tanpa ada perintah penahanan.

Selanjutnya, Dodi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, manum MA menolak permohonan kasasi Dodi. Sampai saat ini, Dodi telah mendapat surat panggilan pelaksanaan eksekusi yang keempat. Pada saat surat panggilan pertama hingga ketiga, Dodi tidak mememenuhi undangan. Menurut keluarga, ia kabur dari rumah dan tidak diketahui keberadaannya.

Arema FC Semakin Jauh Dari Zona Degradasi

Terus Menangis

Karsini, ibu Dodi, sehari-hari terus menangis karena takut pada nasib buruk yang akan menimpa anaknya. Karsini yakin anaknya tidak membunuh Santi.

Ada Lampu Jalan di Jakarta Bisa Terkoneksi sama Internet

“Kalau anak saya pelakunya, saya ikhlas dia dipenjara. Tapi saya yakin dan melihat sendiri pada saat kejadian pembunuhan, anak saya berada di rumah,” kata dia.

Kini menghadapi panggilan eksekusi keempat dari Kejaksaan yang akan berlangsung esok Selasa, 7 Mei 2013, Dodi Setiawan telah kembali ke rumah orangtuanya. Dia mengatakan akan tetap melawan eksekusi Kejari Purwokerto terhadap dirinya.

Untuk itulah ia mengirim surat kepada Presiden SBY. Dodi berharap masih tersisa perlindungan hukum baginya. Ia bersikukuh bukan pelaku pembunuhan terhadap Santi Maulina.

Pengacara Dodi, Djoko Susanto, mengatakan terlepas ada unsur pemaksaan hukum terhadap kliennya yang sudah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), putusan yang digunakan dalam kasus Dodi adalah putusan Pengadilan Tinggi yang memvonis Dodi 8 tahun.

“Namun dalam salinan putusannya tidak ada perintah penahanan. Kini setelah lebih dari empat tahun Dodi bebas, Kejaksaan Negeri Purwokerto akan melakukan eksekusi paksa terhadap Dodi didasarkan pada apa?” kata Djoko.

Salinan putusan tanpa perintah penahanan ini sebelumnya juga terjadi pada kasus Komjen Pol (Purn) Susno Duadi, terpidana kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jabar 2008.

Susno sempat menolak untuk dieksekusi salah satunya karena tidak ada perintah penahanan di surat putusannya, sehingga menyalahi Pasal 197 ayat 1 huruf K KUHAP. Adapun keputusan MK yang menganulir Pasal 197 dianggap Susno tidak berlaku surut, sehingga putusan pengadilan atas Susno batal demi hukum. (ren)

Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya