- VIVAnews/ Robbi Sofwan Amin
VIVAnews - Dodi Setiawan, seorang tukang rumput warga Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tengah menanti eksekusi penahanan paksa jaksa atas kasus pembunuhan.
Kejaksaan Negeri Purwokerto sudah empat kali mengirimkan panggilan, tapi Dodi yang telah empat tahun dibebaskan oleh polisi, karena tidak cukup bukti, tetap menolak karena yakin tidak melakukan pembunuhan itu.
"Saya bahkan sampai melakukan sumpah pocong untuk meyakinkan penegak hukum jika saya bukan pelaku pembunuhan tersebut," kata Dodi, Minggu 5 Mei 2013.
Menurut dia, pada saat pembunuhan tersebut terjadi, dia berada di rumah dan sedang mengurus sapi di kandangnya. "Bahkan, orang tua saya saja mengetahui saya berada di rumah. Bukan saya pelakunya, hukum jangan menghukum orang yang tidak bersalah," ujarnya.
Kusnanto, ayah Dodi Setiawan mengaku tidak terima terhadap rencana Kejaksaan Negeri Purwokerto melakukan eksekusi penahanan terhadap anaknya. Kusnanto yakin kalau Dodi Setiawan bukan pelakunya. Jika kejaksaan memaksakan eksekusi, keluarga Dodi akan melakukan perlawanan.
"Pokoknya anak saya Dodi Setiawan tidak bersalah. Kalau anak saya bersalah, seharusnya pada saat ditahan empat tahun lalu tidak dibebaskan. Pembebasan Dodi pada saat itu kan karena polisi tidak dapat memiliki bukti kalau Dodi pelaku pembunuhan," kata Kusnanto.
Pengacara Dodi, Djoko Susanto, menyatakan, pelaksanaan eksekusi terhadap kliennya tidak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Dodi yang sempat ditahan polisi, karena tidak cukup bukti akhirnya dibebaskan, karena polisi tidak dapat melengkapi berkas. Kasus Dodi akhirnya diambil alih Kejaksaan Negeri Purwokerto, karena ada desakan keluarga korban untuk mengungkap kasus pembunuhan.
Hasil putusan sidang di Pengadilan Negeri Purwokerto, Dodi Setiawan diputus 10 tahun penjara dengan dilengkapi perintah penahanan. Selanjutnya, pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi, Dodi diputus delapan tahun penjara. Tapi, dalam putusan tersebut tidak disebutkan ada perintah penahanan.
Selanjutnya, Dodi mengajukan kasasi, namun Mahkamah Agung menolak. Djoko mengatakan, sesuai dengan ketentuan KUHAP, putusan pengadilan tinggi yang seharusnya menjadi dasar hukum Dodi Setiawan. Namun, di situ tidak terdapat perintah penahanan.
"Jika Kejaksaan Negeri Purwokerto memaksaan melakukan eksekusi penahanan terhadap Dodi Setiawan, ini didasarkan pada putusan yang mana? Seusai dengan KUHAP, putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Tinggi delapan tahun, namun tidak ada perintah penahanan," kata Djoko yang jadi pengacara Dodi karena ditunjuk polisi.
Kasus ini bermula sekitar empat tahun lalu, pada saat Dodi masih berstatus anak atau di bawah umur. Dodi Setiawan ditangkap polisi karena diduga sebagai pelaku pembunuhan.
Di kantor polisi Dodi mengaku disiksa oleh penyidik, dipaksa untuk mengakui kasus pembunuhan terhadap Santi Maulina, seorang siswi SMP.
Karena tidak cukup bukti, saat itu berkas perkara Dodi selalu ditolak Kejaksaan Negeri Purwokerto. Atas bantuan Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dodi akhirnya dibebaskan polisi.
Namun, karena desakan dari keluarga korban agar polisi mengungkap pelaku pembunuhan, kejaksaan akhirnya mengambil alih kasus ini dengan melengkapi berkas dan menyidangkan Dodi. (art)