- ANTARA/Sigid Kurniawan
VIVAnews - Pengamat militer Ikrar Nusa Bhakti berbeda pandangan dengan Koalisi Tokoh dan Masyarakat Sipil yang menghendaki pelaku kasus penyerangan Lapas Cebongan dibawa ke Pengadilan Umum. Menurut Ikrar, pengadilan atau Mahkamah Militer justru dapat memberikan sanksi yang lebih berat bagi anggota militer yang melanggar hukum.
"Saya agak berbeda, Komnas HAM dan rekan-rekan lain yang selalu mengecilkan Mahkamah Militer. Kalau itu dijalankan secara benar, transparan, jujur dan adil, hukumannya lebih tinggi dibanding pengadilan biasa. Bisa satu setengah kali lipat," kata Ikrar dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu 6 April 2013.
Ikrar yang juga peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu menjelaskan bahwa masyarakat pantas khawatir dengan proses hukum kalangan militer bila suasana negara masih seperti era Orde Baru. Saat itu, katanya, tindak tanduk militer sangat tidak terbuka sehingga kasus-kasus penculikan, kekerasan di Papua, Timor-Timur menjadi tidak terungkap.
"Masa itu bisa saja pengadilan main-main. Sekarang itu kasat mata, akan sulit bagi militer memaksa untuk tetap pengadilan tertutup," ujarnya.
Ikrar mengatakan, proses untuk anggota Kopassus yang terlibat pembunuhan empat tahanan di Lapas Cebongan harus terbuka. Dan jika terbuka, dia meyakini proses pengadilan akan lebih baik.
"Kalau di pengadilam umum bukan mustahil ketakutan-ketakutan revans (pembalasan) dari Kopassus itu ada," ucapnya.
Terbuka untuk Umum
Jumat kemarin, Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal TNI Agus Sutomo mengatakan, proses persidangan 11 oknum Kopassus pelaku penyerangan Lapas Cebongan, Sleman Yogya akan digelar di Peradilan Militer dan terbuka untuk umum.