ISAC Desak Densus 88 Polri Dibubarkan

Anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri
Sumber :
  • Fajar Sodiq/VIVAnews
VIVAnews-
Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial
The Islamic Study and Action Center
(ISAC) yang melakukan pendampingan terhadap keluarga pelaku tindak pidana terorisme menuding Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot


Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024
Ketua ISAC Surakarta, Muhammad Kurniawan mengatakan, video pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Densus 88 di Poso hanya menjadi salah satu bukti kekerasan yang dilakukan Densus 88.

"Ada sekitar ratusan korban yang kita dampingi. Sebagian besar para korban yang ditangkap Densus mengalami pelanggaran HAM. Densus tidak profesional karena tidak melindungi HAM para tersangka. Densus tidak pandang bulu terhadap perlindungan HAM,” kata dia kepada VIVAnews
, Rabu 6 Maret 2013.


Bahkan, Kurniawan menilai, Densus merampas berbagai hak kebebasan yang seharusnya menjadi hak para tersangka tindak pidana terorisme. Di antaranya hak untuk mendapatkan perawatan dokter, hak untuk beribadah, hak untuk makan dan hak untuk kekebasan memilih pengacara.


"Semua hak itu dipotong dan dirampas oleh Densus. Apalagi hak untuk kebebasan memilih pengacara, hampir tidak pernah bisa. Pengacara sudah disediakan oleh pihak polisi," katanya.


Selain itu, ISAC juga menyatakan bahwa Densus 88 melakukan tindak diskriminasi dalam perlakuan penanganannya. Jika mereka berasal dari keluarga miskin, mereka sama sekali tidak mendapatkan perlindungan HAM dan hak berbicara.


"Seperti kasus anaknya ustaz Djibril di Jakarta. Dengan sokongan dana kuat, mereka menyewa banyak pengacara dan HAM-nya benar-benar dilindungi. Perlakuan berbeda dengan orang yang miskin dan tidak punya apa-apa," tuturnya.


ISAC kembali mencontohkan  penyiksaan yang dilakukan oleh Densus 88 kepada dua sopir dari Abu Baakar Baasyir yang ditangkap di Jawa Barat. Dua sopir bernama Dodo dan Sartono ditangkap bersama Ustaz Abu.


Waktu itu, kata Kurniawan, Sartono kepalanya dijejak ke aspal dengan sepatu kemudian diborgol dan dimasukkan di Barakuda kemudian dihajar, kepala diinjak.


"Kemudian setelah dinyatakan tidak terlibat, dia diberi obat dengan kualitas tinggi untuk mengeringkan luka-luka. Dalam waktu dua atau tiga hari, luka menjadi kering. Lalu dia diberi uang untuk pulang naik bus ke Solo," jelasnya.


Pelanggaran HAM yang dilakukan Densus 88 Antiteror juga menimpa Abu Sayaf yang ditangkap di Sragen sekitar empat tahun lalu. Setelah ditangkap Densus, selanjutnya Abu Sayaf dibawa ke markas Polda Jawa Tengah. Ketika ISAC mengunjunginya di markas Polda Jateng, hampir semua tubuhnya mengalami luka pukulan.


"Saya melihat sendiri bahwa semua badannya terlihat bekas pemukulan. Abu Sayaf mengaku dipukul menggunakan ikat pinggang. Selain itu, jempol kakinya juga ditindih dengan kursi yang mana kursi itu diduduki oleh orang-orang Densus," katanya.


Adanya perilaku yang mengarah kepada pelanggaran HAM tersebut, pihaknya langsung protes dengan membuat laporan kepada Propam Polda Jawa Tengah. 


Setelah ada laporan itu, lanjutnya, Abu Sayaf diminta Densus 88 supaya mengaku tidak disiksa selama menjalani pemeriksaan. Atas permintaan itu, akhirnya dia diberi imbalan bahwa hukuman akan peringan.


"Namun ternyata hukumannya malah lama, selama 10 tahun. Hanya karena menyimpan senjata api," tuturnya.


Oleh sebab itu, ISAC maupun pihak keluarga korban meminta supaya Densus 88 dibubarkan. Pasalnya, cara-cara yang dilakukan Densus 88 sering melanggar HAM.


"Setiap ada penggerebekan oleh Densus, kami selalu suarakan pembubaran Densus 88. Kami menyuarakan pembubaran itu sejak lima tahun yang lalu," tegas Kurniawan.


Sebelumnya, sejumlah organisasi Islam yang tergabung dalam naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menuntut evaluasi dan reformasi lembaga milik Polri itu. Bahkan, bila perlu, Densus 88 dibubarkan.


"Kalau dari sudut MUI, kami sepakat Densus 88 dievaluasi. Bila perlu dibubarkan, diganti dengan sebuah lembaga dan pendekatan baru yang bersama-sama memberantas terorisme, karena terorisme merupakan musuh bersama," kata Wakil Ketua MUI, Din Syamsuddin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 28 Februari 2013. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya