Proyek PLTS Rp8,9 Miliar, Istri Nazaruddin Raup Rp2,2 Miliar

Neneng Kembali Diperiksa KPK
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, Neneng Sri Wahyuni didakwa telah melakukan intervensi proyek pengadaan PLTS di Ditjen Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenakretrans tahun 2008.

"Perbuatan terdakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain  yang merugikan keuangan negara dalam hal ini Depnakertrans senilai Rp2.729.479.128," kata Jaksa Ahmad Burhanuddin saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis 1 November 2012.

Jaksa memaparkan, dalam proyek tersebut terdakwa dan Nazaruddin diuntungkan senilai Rp2,2 miliar, Timas Ginting Rp77 juta dan US$2 ribu, Hardy Benry Simbolon sebesar Rp5 juta dan US$10 ribu, Sigid Mustofa Nurudin Rp10 juta dan US$1.000, Agus Suwahyono Rp2,5 juta dan US$3.500, Sunarko Rp2,5 juta dan US$3.500, Arifin Ahmad Rp40 juta dan Karmin dari PT Nuratindo sebesar Rp2,5 juta.

Terdakwa selaku Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara bersama Muhammad Nazarudin melakukan pertemuan dengan Mindo Rosalina Manulang dan Marisi Matondang terkait pengumuman pelaksanaan proyek PLTS di Depnakertrans dengan anggaran Rp8,930 miliar.

Selanjutnya Nazaruddin perintahkan Rosa dan Marisi untuk pinjam bendera ke PT Mahkota Negara, PT Nuratindo dan PT Alfindo Nuratama untuk mengikuti lelang proyek PLTS. Untuk perusahaan yang dipinjam disepakati akan memperoleh 0,5 persen dari nilai kontrak apabila jadi pemenang.

"Timas Ginting selaku PPK walau mengetahui hasil evaluasi teknis dari 8 perusahaan peserta lelang tidak memenuhi kualifikasi teknis, tapi memerintahkan Agus dan Sunarko untuk ubah angka pengujian PT Alfindo, sehingga produk solar yang ditawarkan Alfindo dinyatakan memenuhi persyaratan teknis dan ditetapkan sebagai pemenang lelang," ujar Jaksa Ahmad.

Terdakwa perintahkan Marisi Matondang untuk membuat draft kontrak proyek PLTS, kemudian dilakukan tanda tangan surat perjanjian pengadaan, pemasangan pada 22 September 2008, sebesar Rp8.741.662.600 antara Timas Ginting selaku PPK dan Arifin Ahmad selaku Direktur Alfindo Nuratama Perkasa.

Di tengah jalan, terdakwa dan Mindo Rosalina Manulang menyepakati pengalihan seluruh pekerjaan utama pemasangan PLTS yang harusnya dilakukan PT Alfindo ke PT Sundaya. Dengan rincian kontrak senilai Rp5.274.604.800.

"Timas Ginting yang tahu kegiatan pengadaan dan pemasangan PLTS tahun 2008 tidak dilaksanakan PT Alfindo tidak oleh PT Sundaya tidak memutus kontrak tertanggal 22 September 2008," papar Jaksa. Padahal dalam pelaksanaan pengadaan PLTS, PT Alfindo telah terima pembayaran melalui transfer ke rekening di Bank BNI sebesar Rp8.107.799.000 dan uang dalam rekening tersebut dikuasai dan dikelola oleh terdakwa.

Selanjutnya terdakwa perintahkan Yulianis melakukan pembayaran bertahap ke PT Sundaya sebagai realisasi pengalihan pekerjaan utama PLTS sebesar Rp5.274.604.800. Selebihnya diberikan kepada Arifin Ahmad Rp40 juta sebagai realisasi pemberian fee atas peminjaman berkas PT Alfindo.

Perbuatan terdakwa diatur dalam Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Menanggapi dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Neneng mengaku tidak terima disebut sebagai Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara. "Mohon maaf yang mulia, untuk  status Direktur Keuangan  saya tidak terima, karena saya bukan direktur keuangan. Saya ibu rumah tangga," ujar Neneng.

Terkait keberatan dakwaan JPU, Neneng dan Penasehat Hukumnya akan mengajukan eksepsi atas dakwaan Penuntut Umum. Sidang dilanjutkan Kamis, 8 November 2012. (umi)

Zita Anjani Pamer Starbucks di Mekkah, Netizen Ramai Berkomentar!
Ilustrasi mata-mata/spionase.

Jenderal Pengkhianat Iran Mata-mata CIA Masih Berkeliaran Meski Diklaim Sudah Dieksekusi

Mayor Jenderal Ali-Reza Asgari, seorang tokoh militer Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran, disebut dieksekusi Teheran pada 2020. Asgari didakwa sebagai mata-mata CIA.

img_title
VIVA.co.id
28 April 2024