- VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews - Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menjelaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima 128 permohonan grasi kasus narkotika dalam kurun 2004-2011. Dari 128 permohonan itu, kata Amir, Presiden menolak 109 permohonan.
"Yang dikabulkan 19 orang," kata Amir di kantor Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Selasa 16 Oktober 2012.
Ada 10 pemohon yang masuk kategori anak, di bawah umur. Hukuman mereka rata-rata dua sampai empat tahun. Selain itu ada satu orang yang tuna netra yang dihukum 15 tahun dan mendapat pengurangan. "Kemudian ada lima terpidana lainnya yang di mana tiga diantaranya adalah hukuman mati, yaitu Ola alias Tania, Rani alias Melisa, , khusus terpidana mati ketiga orang ini grasinya dikabulkan menjadi hukuman seumur hidup," jelas Amir.
Selain warga Indonesia di atas, Presiden juga mengambulkan tiga grasi warga asing, yakni Indra Bahadur Tamal, karena pertimbangan dari hukuman mati menjadi seumur hidup. "Mengingat usianya muda dan hanya kurir, sama dengan Deni," jelasnya.
Kedua, warga Australia yang diberi grasi sehingga pidana awal 20 tahun dikurangi 5 tahun. Ketiga, imbuhnya, Peter Hashim Frans Rogman. Dia dihukum empat tahun mendapat grasi dua tahun.
Pemberian grasi kepada terpidana narkotika menuai kontroversi karena pada 2006, SBY pernah menegaskan dirinya tidak akan mengampuni pelaku kejahatan narkotika. Alasannya saat itu, narkotika merupakan kejahatan biasa.
"Saudara ketua Mahkamah Agung, saya sendiri, tentu memilih untuk keselamatan bangsa dan negara kita, memilih keselamatan generasi kita, generasi muda kita dibandingkan memberikan grasi kepada mereka yang menghancurkan masa depan bangsa," tegas Presiden ketika memberikan sambutan dalam peringatan Hari Anti-Narkoba Internasional yang diselenggarakan di Istana Negara, 30 Juni 2006. (eh)