- ANTARA/Andika Betha
VIVAnews - Wakil Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat RI yang membidangi masalah hukum, Tjatur Sapto Edy, menilai aparat intelijen negara harus ditambah untuk mencegah terjadinya aksi terorisme. Sebab, intelijen Polri saat ini sangatlah lemah.
"Intelijen negara untuk backup intelijen Polri, sebab mereka lemah. Tidak bisa Polri sendirian dengan kekuatannya yang minim," kata Tjatur di Jakarta, Sabtu 1 September 2012.
Selain penambahan jumlah personel, Tjatur menambahkan perlu adanya langkah-langkah soft power dari pemerintah, antara lain berupa dialog dan deradikalisasi. Pendekatan ini dinilainya akan lebih efektif.
"Jangan berpikir kalau terorisme itu bisa diselesaikan dengan kekerasan. Soft power belum dilakukan secara intensif, karena orang merasa itu kerjanya polisi. Tidak tahu kenapa itu tidak dilakukan," ujarnya.
"Kalau diperangi tak akan selesai. Yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman secara menyeluruh kepada masyarakat dan generasi muda karena yang direkrut adalah mereka," kata dia.
Selain itu, dia melanjutkan, peran Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia dan tokoh-tokoh agama, bahkan sampai kiai di kampung, diperlukan untuk melakukan deradikalisasi. "Upaya itu bisa dilakukan di kampus, sekolah, pondok pesantren, dan kampung," tutur Tjatur.
Anggota Komisi III lainnya, Didi Irawadi Syamsudin, menambahkan Badan Intelijen Negara harus dievaluasi secara menyeluruh. "Apa yang harus dilakukan agar kejadian ini tidak menjadi preseden. Harus segera lakukan pembenahan, karena pencegahan lebih baik daripada mengobati," tuturnya. (kd)