Eks Dirut Merpati: Sewa Pesawat Soal Perdata

Sidang Perdana Hotasi Nababan Mantan Dirut Merpati
Sumber :
  • ANTARA/Fanny Octavianus

VIVAnews - Sidang lanjutan kasus korupsi sewa pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan terdakwa mantan Dirut PT MNA, Hotasi Nababan, kembali digelar di pengadilan tindak pidana korupsi, Jakarta. Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim, Pangeran Napitupulu itu mengagendakan pembacaan nota keberatan atau eksepsi.

Dalam keberatannya  terdakwa menyatakan bahwa uang sebesar US$1 juta  yang didakwa oleh penuntut umum sebagai kerugian negara adalah piutang yang belum tertagih. Karenanya hal tersebut bukanlah kerugian negara.

"Tentang kerugian negara sebagaimana di dakwaan penuntut umum, berdasarkan putusan pengadilan US District for the District of Columbia di Washington DC pada 8 Juli 2007 TALG telah dihukum untuk mengembalikan security deposit kepada PT MNA sebesar US$1 juta berserta bunganya. Dengan demikian, security deposit masih tercatat sebagai piutang yang belum tertagih. Sehingga, belum ada kerugian negara," kata salah satu penasehat hukum Hotasi, Juniver Girsang, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 12 Juli 2012.

Penasehat hukum terdakwa mengatakan perkara sewa pesawat yang dilakukan PT Merpati Nusantara Airlines dengan perusahaan leasing di Amerika Serikat, Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) pada tahun 2006 adalah perkara perdata, yaitu perkara ingkar janji atau wanprestasi.

Sehingga, lanjutnya, perkara sewa pesawat oleh PT MNA bukanlah perkara pidana apalagi perkara korupsi, tetapi perdata. Mengingat, KPK melalui surat tertangaal 27 Oktober 2009 menyatakan bahwa kasus perjanjian sewa pesawat dan penyerahan security deposit oleh PT MNA tidak memenuhi ketentuan tidak pidana korupsi sesuai Undang-undang Tipikor.

Juniver menambahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada April 2007 juga telah menyatakan tidak ada bukti terjadinya tindak pidana. Demikian pula, Bareskrim Mabes Polri pada September 2007 juga telah menyatakan hal yang sama.

Karena itu, penasihat hukum menilai dakwaan penuntut umum terhadap kliennya kabur, tidak cermat dan tidak akurat. Sehingga penasihat hukum meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan dakwaan penuntut umum dan membebaskan terdakwa dari semua dakwaan pada putusan sela.

Sebelumnya, JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.

Shin Tae-yong Populer di Instagram, Raup Cuan Jadi Bintang Iklan
Viral istri lebih mahir parkirkan mobil ketimbang suaminya

13 Tahun Punya Mobil, Suami Ini Andalkan Sang Istri Ketika Kesulitan Parkir di Rumah

Seorang wanita pemilik akun TikTok @titinmukadaroh yang dilihat VIVA Otomotif, Jumat 11 April 2024, dia membagikan momen saat dirinya parkir mobil karena suami tak mahir.

img_title
VIVA.co.id
12 April 2024