SUAP CEK PELAWAT

Nunun Dihukum 2,5 Tahun, Siapa Menyusul?

Sidang Vonis Nunun Nurbaeti
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Majelis Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi memvonis Nunun Nurbaetie Daradjatun 2,5 tahun penjara karena terbukti menyuap anggota DPR periode 1999-2004. Selaku Komisaris PT Wahana Eka Sejati, Nunun menyuap legislator untuk kepentingan pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia tahun 2004.

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko, Rabu 9 Mei 2012. Nunun juga diharuskan membayar denda Rp150 juta subsider 3 bulan.

Majelis menilai Nunun terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum, 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta. Jaksa juga meminta Hakim menyita 'jatah' Nunun dari aliran cek pelawat itu, Rp1 miliar.

Saat ditanya tanggapannya, Nunun tak lekas menjawab. Majelis hakim memberi kesempatan pada istri mantan Wakapolri, Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu untuk berunding dengan tim penasehat hukumnya --yang menghampiri Nunun di kursi persidangan.

"Yang mulia majelis hakim, saya sebagai terdakwa mohon berpikir dulu atas putusannya," kata Nunun dengan suara lirih.

Sebelumnya, JPU pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Nunun empat tahun penjara. Selain itu Jaksa juga meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman denda pada Nunun sebesar Rp200 juta. Dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Senin 23 April 2012, Jaksa yang diketuai M Rum menilai Nunun melanggar Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 ayat (1) huruf b yang mengatur pidana menyuap.

Dalam vonisnya, Majelis Hakim tidak menimbang pelarian Nunun selama di luar negeri, sejak 2010. Dalam pertimbangan memberatkan, Majelis Hakim menganggap perbuatan Nunun tidak mendukung program pemerintah yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. "Terdakwa juga tidak mengaku bersalah," kata Hakim Anggota Sofialdi.

Sedangkan yang meringankan, hakim menimbang bahwa terdakwa bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, berusia lanjut, dan mengalami gangguan kesehatan.

Gong Yoo dan Song Hye Kyo Bakal Main Drama Sejarah Bareng

Selain itu, Majelis Hakim juga tidak mengabulkan tuntutan Jaksa untuk menyita 'jatah' Nunun dari aliran tersebut sebesar Rp1 miliar yang dicairkan sekretaris Nunun bernama Sumarni. Apa alasan hakim?

"Meski benar adanya, tidaklah tepat untuk dirampas karena posisi terdakwa sebagai penyuap. Sementara itu dari 20 lembar cek BII tidak ada bukti mengalir ke DPR," ujar hakim.

Viral Aksi Emak-emak di Makassar Mengamuk Sambil Ancam Pakai Parang Penagih Utangnya

Mereka yang terjerat

Untuk kasus penyuapan, aliran cek pelawat saat pemilihan DGS BI ini memang unik. Sebab, KPK menjerat lebih dahulu para penerima suap, bukan penyuap.

Angkatan pertama dijerat KPK adalah Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod, Udju Juhaeri, dan Endin AJ Soefihara. Pada 17 Mei 2010, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhi Hamka yang saat itu berasal dari Fraksi Golkar vonis 2,5 tahun penjara. Ini hukuman paling berat dibanding teman sesama penerima cek.

Sementara Udju Juhaeri dari Fraksi TNI/Polri divonis 2 tahun, Dudhie Makmun Murod dari Fraksi PDI Perjuangan 2 tahun, Endin AJ Soefihara asal Fraksi PPP divonis 1 tahun 3 bulan. Hukuman keempat mantan legislator ini ditambah dengan uang denda Rp100 juta subsider 3 bulan bui.

Bertemu Majelis Masyayikh, Menag Bahas Rekognisi Santri dan Ma’had Aly

Dalam putusannya, Majelis Hakim menilai pembagian cek ini terkait dengan upaya pemenangan Miranda S Goeltom sebagai DGS BI tahun 2004.

Dalam aliran cek pelawat ke anggota Komisi Keuangan periode itu, peran keempat orang ini tergolong sentral karena menjadi tangan pertama. Kepada keempat orang ini lah, Nunun menitipkan uang miliaran rupiah untuk anggota DPR melalui asistennya, Arie Malangjudo. Bagaimana kronologi pembagian cek pelawat itu? Klik tautan ini.

Dari keempat orang ini, penyidik KPK kemudian menyasar anggota-anggota Komisi Keuangan DPR saat itu. Tak tanggung-tanggung, KPK langsung menetapkan 26 mantan anggota DPR sebagai tersangka pada 1 September 2010.

Mereka diduga menerima cek dengan nilai bervariasi, mulai dari Rp150 juta hingga tertinggi Rp1,45 miliar. Posisi paling banyak menerima adalah politisi kawakan PDI Perjuangan Panda Nababan. Klik tautan ini untuk melihat daftar 'jatah' anggota dewan yang terhormat dalam memenangkan Miranda.

Di tingkat Mahkamah Agung, Panda divonis 17 bulan penjara. Selain itu, Panda juga diwajibkan membayar uang denda Rp50 juta.

Salah satu anggota DPR yang terjerat adalah Agus Condro. Dia lah awal mula kasus ini terungkap. Berperan sebagai whistleblower, Agus mengungkap pertama kali bahwa dia menerima uang Rp500 juta untuk memenangkan Miranda sebagai DGS BI. Dalam kasus ini, Agus divonis ringan dibanding rekan separtainya, 15 bulan bui. Sementara di Fraksi Golkar, Paskah Suzetta dkk divonis 16 bulan.

Vonis Nunun adalah babak baru. Penegak hukum mulai menyasar penyuap. Selain Nunun, KPK sudah menetapkan Miranda Goeltom sebagai tersangka.

Ketua KPK, Abraham Samad, mengumumkan langsung penetapan Miranda Goeltom sebagai tersangka. Sebelum menjadi tersangka, Miranda sudah dicegah berpergian ke luar negeri sejak 12 Desember 2011.

Tuduhan diterima Miranda adalah, turut membantu atau turut serta dengan tersangka Nunun Nurbaetie Daradjatun memberikan cek pelawat kepada anggota DPR periode 1999-2004.

Siapa menyusul?

KPK sendiri berjanji kasus cek pelawat ini tidak akan berhenti pada Miranda dan Nunun saja. KPK berjanji akan mengusut siapa penyandang dana cek pelawat yang dibagikan ke anggota DPR periode 1999-2004 itu.

"Kami masih gali terus kasus ini apakah ada orang lain yang berperan," kata Ketua KPK, Abraham Samad.

Mengenai sponsor, Miranda pun berjanji akan buka-bukaan dalam persidangan nanti. "Dalam persidangan nanti lebih baik saudara dengarkan semua. Saya tidak akan bicara substansi seperti itu, di sini. Yang jelas saya tahu apa yang saya tahu dan sudah saya sampaikan," kata Miranda.

Miranda menegaskan, sudah menjalankan proses pemilihan DGS BI sesuai aturan yang ada di mana salah satu tahapannya adalah fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan. Dia menilai dalam fit and proper test yang waktunya hanya 1 jam itu, calon tidak cukup waktu untuk menjelaskan semua visi misi. "Maka saya berusaha bertemu dengan anggota DPR seperti yang dilakukan oleh semua yang mengikuti proses pemilihan tersebut."

Suami Nunun yang juga mantan Wakapolri Adang Daradjatun yakin peran istrinya hanya kurir, bukan pelaku otak. Lalu, siapa pemilik uang berbentuk 480 cek pelawat senilai Rp24 miliar itu?(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya